Sarana Evakuasi Gedung Bertingkat Sesuai Regulasi
Safety K3

Sarana Evakuasi Gedung Bertingkat Sesuai Regulasi

11 April 2024

Sesuai Permen RI Nomor 36 Tahun 2005, Pasal 59, setiap gedung harus menyediakan sarana evakuasi yang meliputi:

  • Sistem peringatan bahaya bagi pengguna, dapat berupa sistem alarm kebakaran dan/atau sistem peringatan menggunakan audio/tata suara
  • Pintu keluar darurat
  • Jalur evakuasi
  • Penyediaan tangga darurat/kebakaran

Sarana tersebut harus dapat menjamin kemudahan pengguna gedung untuk melakukan evakuasi dari dalam gedung secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.

Penyediaan sarana evakuasi harus disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi gedung, jumlah dan kondisi pengguna gedung, serta jarak pencapaian ke tempat yang aman. Sarana pintu keluar darurat dan jalur evakuasi juga harus dilengkapi dengan tanda arah yang mudah dibaca dan jelas. 

Regulasi mengenai sarana evakuasi juga tercantum dalam Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2017 tentang persyaratan kemudahan bangunan gedung. Peraturan tersebut menyatakan bahwa setiap bangunan gedung harus menyediakan sarana evakuasi yang meliputi:

Bagian-bagian sarana evakuasi

a. Akses Eksit (Exit Access)

Akses eksit merupakan bagian dari sarana evakuasi yang mengarah ke pintu eksit. Akses eksit harus memenuhi persyaratan:

  • Terproteksi dari bahaya kebakaran
  • Bebas dari segala hambatan yang menghalangi pintu keluar, akses ke dalamnya, jalan keluar atau visibilitas dari akses eksit
  • Diberi penanda yang mudah terlihat agar mudah ditemukan dan dikenali
  • Lebar akses eksit diukur dari titik tersempit dalam hal akses eksit memiliki lebar yang tidak seragam. Minimal harus bisa dilalui oleh kursi roda dan cukup untuk jumlah orang yang dievakuasi
  • Akses eksit di luar ruangan dapat melalui balkon, serambi atau atap yang dilengkapi dengan kantilever, dinding pengaman, dan menggunakan material penutup lantai yang lembut dan solid
  • Pintu akses eksit dapat dipasang di sepanjang jalur evakuasi menuju eksit atau sebagai akses ke ruangan atau ruang selain toilet, kamar tidur, gudang, ruang utilitas, pantri, dan sejenisnya
  • Pintu akses eksit harus secara jelas mudah dikenali
  • Pintu akses eksit dari ruangan berkapasitas lebih dari 50 orang yang terbuka ke arah koridor umum tidak boleh melebihi setengah dari lebar koridor.

b. Eksit (Exit)

Eksit merupakan bagian dari sarana evakuasi yang dipisahkan dari area lainnya dalam bangunan gedung oleh konstruksi atau peralatan yang menyediakan lintasan jalan terproteksi menuju eksit pelepasan. Eksit harus memenuhi persyaratan:

  • Bangunan gedung di atas 1 lantai harus dilengkapi dengan eksit berupa tangga eksit yang tertutup dan terlindung dari api, asap kebakaran, dan rintangan lainnya . Catatan: Aturan lebar tangga eksit dan bordes tercantum dalam Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2017 Lampiran 2.
  • Tangga eksit harus dilengkapi pegangan (handrail)

 

  • Tangga eksit terbuka yang terletak di luar bangunan harus berjarak paling sedikit 1 meter dari bukaan dinding yang berdekatan dengan tangga tersebut
  • Bangunan gedung dengan 2 atau lebih lantai basement yang luasnya lebih dari 900m² harus dilengkapi dengan saf tangga eksit dan tidak perlu dilengkapi dengan lift kebakaran
  • Bangunan gedung dengan ketinggian sampai dengan 3 lantai, eksit harus memiliki tingkat ketahanan api (TKA) paling sedikit 1 jam dan ketinggian mulai dari 4 lantai memiliki tingkat ketahanan api (TKA) paling sedikit 2 jam
  • Jika terdapat lebih dari 1 eksit pada 1 lantai, sedikitnya harus tersedia 2 eksit yang terpisah untuk meminimalkan kemungkinan keduanya terhalang oleh api atau keadaan darurat lainnya
  • Tidak disarankan melewati area dengan tingkat bahaya tinggi untuk menuju eksit terdekat kecuali jalur perjalanan diproteksi dengan partisi yang sesuai atau penghalang fisik lainnya
  • Pintu eksit harus diberi penanda yang mudah terlihat agar mudah ditemukan dan dikenali

─ Penanda eksit harus memiliki warna khusus dan kontras dengan dekorasi, penyelesaian interior, dan penanda lainnya. Penanda eksit harus mengandung kata “EKSIT” atau kata lain yang mudah dibaca dengan tinggi huruf paling kurang 15 cm dan lebar huruf paling kurang 1,875 cm

 

─ Penanda eksit bertuliskan “EKSIT” atau penanda sejenis dengan anak panah yang menunjukkan arah eksit, harus ditempatkan pada akses eksit untuk mengarahkan pada eksit terdekat.

  • Pintu eksit harus menggunakan jenis pintu ayun (swinging door) yang dapat menutup otomatis
  • Pintu eksit harus membuka ke arah perjalanan keluar untuk ruang yang dihuni oleh lebih dari 50 orang atau digunakan untuk hunian dengan tingkat bahaya tinggi
  • Jika terdapat pintu, bagian, atau tangga yang bukan sebagai eksit dan dapat disalah tafsirkan sebagai sebuah eksit, perlu diberikan identifikasi dengan penanda “bukan jalan keluar” atau sesuai dengan fungsi ruang sebenarnya seperti “menuju basement”
  • Beberapa perangkat deteksi seperti alarm dapat dipasang untuk membatasi penyalahgunaan eksit yang dapat mengakibatkan kegagalan fungsi eksit, menghambat atau menghalangi proses evakuasi
  • Eksit harus memiliki ruang yang cukup untuk menempatkan kursi roda saat terjadi kebakaran atau keadaan darurat lainnya.

Perancangan dan penyediaan eksit harus memperhatikan kemudahan dan kesiapan eksit untuk digunakan setiap waktu dan penyediaan tempat berlindung bagi pengguna kursi roda. Untuk contoh penghitungan jumlah dan kecukupan akomodasi eksit tercantum dalam Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2017 Lampiran.

c. Eksit Pelepasan (Exit Discharge)

Eksit pelepasan merupakan bagian dari sarana evakuasi antara batas ujung eksit dan jalan umum yang berada di luar bangunan gedung untuk evakuasi pada saat terjadi keadaan darurat. Eksit pelepasan harus memenuhi persyaratan:

  • Berada di permukaan tanah atau langsung ke ruang terbuka yang aman di luar bangunan gedung
  • Pada bangunan gedung yang diproteksi oleh sprinkler, paling banyak 50 persen dari jumlah eksit dapat dilepas langsung ke ruang sirkulasi tertutup di permukaan tanah dengan ketentuan:

─ Eksit pelepasan harus mudah terlihat dan memiliki akses langsung ke ruang terbuka yang aman di luar bangunan gedung

─ Jarak paling jauh antara eksit pelepasan dan ruang terbuka di luar bangunan gedung harus tidak melebihi 10 m

─ Jika terdapat kegiatan komersial seperti kios atau yang terletak di sepanjang 1 sisi atau kedua sisi jalur evakuasi sebagai ruang terbuka yang aman di luar bangunan gedung, harus terdapat jarak pemisah paling sedikit 10 m antara kegiatan komersial dan jalur evakuasi

─ Lebar bersih pintu eksit menuju ruang terbuka yang aman di luar bangunan gedung harus mampu menerima beban hunian di lantai pertama dan jumlah pengguna dan pengunjung bangunan gedung yang keluar dari tangga eksit.

Perancangan dan penyediaan eksit pelepasan harus memperhatikan kemudahan dan kesiapan eksit untuk digunakan setiap waktu serta ketersediaan akses langsung ke jalan, halaman, lapangan, atau ruang terbuka yang aman tanpa hambatan.

Artikel Lainnya

10 Ancaman Keselamatan Utama yang Mengintai Industri Migas
Safety K302 September 2024

10 Ancaman Keselamatan Utama yang Mengintai Industri Migas

Industri migas merupakan salah satu sektor yang berpotensi tinggi terhadap risiko kecelakaan kerja yang serius. Kondisi operasional yang kompleks dan lingkungan kerja yang berbahaya menuntut adopsi budaya keselamatan yang kuat sebagai prioritas utama. Langkah-langkah proaktif seperti identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan penerapan kontrol yang tepat menjadi kunci dalam menjaga keselamatan pekerja serta mencegah terjadinya insiden yang dapat mengancam kehidupan dan lingkungan. Dengan menerapkan praktik keselamatan yang baik dan menjaga konsistensi dalam implementasinya, industri migas dapat memastikan operasional yang aman, produktif, dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat.

1. Ledakan dan Kebakaran

Ledakan dan kebakaran merupakan insiden yang sering terjadi akibat kebocoran gas, percikan api, kesalahan manusia, atau faktor alam seperti gempa bumi. Kebocoran gas, misalnya, dapat terjadi ketika ada kerusakan pada saluran pipa atau tangki penyimpanan. Gas yang keluar bisa dengan mudah terbakar jika ada percikan api, baik yang berasal dari alat elektronik maupun dari sumber lain seperti rokok.

Kesalahan manusia juga tidak bisa diabaikan, karena kecerobohan dalam penggunaan bahan-bahan yang mudah terbakar atau kurangnya pemeliharaan peralatan dapat meningkatkan risiko terjadinya ledakan. Selain itu, faktor alam seperti gempa bumi dapat menyebabkan kerusakan pada infrastruktur, yang pada gilirannya dapat memicu kebocoran gas atau percikan api.

2. Jatuh dari Ketinggian

Jatuh dari ketinggian adalah salah satu risiko kerja yang paling umum dan berbahaya, terutama di industri konstruksi, pertambangan, dan manufaktur. Penyebab utama jatuh dari ketinggian meliputi bekerja pada ketinggian yang signifikan tanpa perlindungan yang memadai, kondisi permukaan kerja yang tidak aman seperti lantai licin atau tidak stabil, serta kurangnya penggunaan alat pelindung diri (APD) seperti sabuk pengaman atau helm. Misalnya, pekerja yang bekerja di atas scaffolding atau atap bangunan sering kali berisiko jatuh jika struktur tidak stabil atau jika mereka tidak menggunakan alat pelindung diri yang benar.

Dampak dari jatuh dari ketinggian dapat sangat parah. Cedera yang sering terjadi termasuk patah tulang, luka dalam, dan trauma kepala, yang dapat mengakibatkan cacat permanen atau kematian. Bahkan jatuh dari ketinggian yang relatif rendah dapat menyebabkan cedera serius jika pekerja tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri yang tepat. Selain itu, jatuh dari ketinggian juga dapat menyebabkan trauma psikologis bagi pekerja, yang mungkin merasa cemas atau takut untuk bekerja di ketinggian di masa depan.

3. Paparan Bahan Kimia Berbahaya

Paparan bahan kimia berbahaya merupakan risiko yang sering dihadapi oleh pekerja di berbagai industri, seperti manufaktur, pertanian, dan laboratorium penelitian. Penyebab utama paparan ini meliputi gas beracun seperti karbon monoksida dan amonia, bahan kimia karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker seperti benzena dan asbes, serta bahan bakar fosil yang mengandung zat-zat berbahaya.

Paparan dapat terjadi melalui inhalasi, kontak kulit, atau konsumsi, dan sering kali tidak disadari hingga efek berbahayanya mulai terasa. Misalnya, pekerja yang terpapar gas beracun dalam ruangan tertutup tanpa ventilasi yang memadai dapat mengalami keracunan serius.

Dampak dari paparan bahan kimia berbahaya sangat beragam dan sering kali serius. Keracunan akut bisa terjadi jika seseorang terpapar konsentrasi tinggi dari gas atau zat beracun, yang dapat menyebabkan gejala seperti pusing, mual, hingga kehilangan kesadaran.

Pelatihan pekerja tentang bahaya bahan kimia dan cara menangani bahan tersebut dengan aman juga sangat penting. Pekerja harus dilatih untuk memahami label dan lembar data keselamatan bahan (MSDS), serta prosedur darurat jika terjadi paparan bahan kimia. Dengan langkah-langkah pencegahan yang tepat, risiko paparan bahan kimia berbahaya dapat dikurangi secara signifikan, sehingga melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja serta lingkungan sekitarnya.

4. Tersengat Listrik

Tersengat listrik adalah salah satu risiko yang serius dalam berbagai lingkungan kerja, terutama di industri konstruksi, manufaktur, dan layanan publik. Penyebab utama dari kejadian ini adalah kontak dengan kabel listrik bertegangan tinggi yang tidak terlindungi atau rusak, serta penggunaan peralatan listrik yang tidak aman. Misalnya, pekerja yang bekerja di dekat sumber listrik mungkin secara tidak sengaja menyentuh kabel yang terkelupas atau rusak, atau menggunakan alat listrik yang tidak terisolasi dengan baik. Kondisi ini meningkatkan risiko tersengat listrik, yang dapat menyebabkan cedera parah atau bahkan kematian.

Untuk mencegah tersengat listrik, diperlukan langkah-langkah pencegahan yang komprehensif. Isolasi kabel listrik merupakan langkah utama untuk menghindari kontak langsung dengan sumber listrik bertegangan tinggi. Kabel harus diperiksa secara rutin untuk memastikan bahwa tidak ada kerusakan atau kebocoran yang bisa menimbulkan risiko tersengat listrik. Selain itu, penggunaan peralatan listrik yang aman dan terstandarisasi juga penting untuk mencegah terjadinya insiden. Peralatan listrik harus selalu digunakan sesuai dengan petunjuk dan dilengkapi dengan fitur pengaman yang memadai.

5. Terpapar Radiasi

Terpapar radiasi merupakan risiko serius yang dapat terjadi di berbagai sektor, termasuk industri medis, nuklir, dan penelitian ilmiah. Penyebab utama paparan ini adalah sinar X dan sinar gamma yang sering digunakan dalam pemeriksaan medis dan terapi kanker, serta bahan radioaktif yang digunakan dalam berbagai aplikasi industri dan penelitian.

Sinar X dan sinar gamma memiliki energi yang sangat tinggi, sehingga dapat menembus jaringan tubuh dan menyebabkan kerusakan pada sel-sel dan DNA. Bahan radioaktif, seperti uranium dan plutonium, juga dapat memancarkan radiasi yang berbahaya jika tidak ditangani dengan benar. Pekerja yang terpapar radiasi dalam jangka waktu yang lama atau dalam dosis tinggi berisiko tinggi mengalami berbagai dampak kesehatan yang serius.

6. Kecelakaan Kendaraan

Kecelakaan kendaraan merupakan salah satu penyebab utama cedera parah dan kematian di banyak negara. Penyebab utama kecelakaan kendaraan seringkali berkaitan dengan kesalahan manusia, seperti mengemudi dalam keadaan mabuk, tidak mematuhi aturan lalu lintas, atau kurangnya perhatian saat mengemudi.

Selain itu, kondisi jalan yang tidak aman seperti jalan yang licin, rusak, atau kurangnya pencahayaan dapat memperburuk situasi dan meningkatkan risiko kecelakaan. Kendaraan yang tidak terawat dengan baik juga menjadi faktor penyebab yang signifikan, karena masalah mekanis seperti rem yang tidak berfungsi atau ban yang aus dapat menyebabkan kehilangan kendali dan kecelakaan.

Dampak dari kecelakaan kendaraan bisa sangat parah, mulai dari cedera fisik yang serius hingga kematian. Cedera yang umum terjadi termasuk patah tulang, luka dalam, dan cedera kepala yang dapat mengakibatkan kecacatan permanen atau memerlukan perawatan medis jangka panjang.

7. Tenggelam

Tenggelam merupakan salah satu risiko utama bagi pekerja yang bekerja di lingkungan perairan, seperti di kapal, platform minyak, atau konstruksi jembatan. Penyebab utama terjadinya tenggelam meliputi bekerja di atas air tanpa alat pelindung diri yang memadai, seperti jaket pelampung atau alat bantu apung lainnya. Kurangnya alat pelindung diri membuat pekerja rentan terhadap bahaya tenggelam jika mereka terjatuh ke dalam air. Cuaca buruk seperti badai, angin kencang, atau gelombang tinggi juga memperbesar risiko tenggelam, karena kondisi ini dapat membuat permukaan air menjadi tidak stabil dan sulit untuk melakukan penyelamatan jika terjadi insiden.

Dampak dari tenggelam sangat serius dan sering kali berujung pada kematian. Korban yang tenggelam bisa kehilangan kesadaran dalam beberapa menit karena kekurangan oksigen, yang kemudian dapat menyebabkan kerusakan otak permanen atau kematian jika tidak segera diselamatkan. Selain risiko kematian, insiden tenggelam juga bisa menyebabkan trauma psikologis yang mendalam bagi korban yang selamat maupun rekan kerja yang menyaksikan kejadian tersebut.

8. Penyakit akibat Kerja

Penyakit akibat kerja adalah masalah serius yang bisa terjadi di berbagai industri dan pekerjaan. Penyebab utama dari penyakit ini mencakup paparan terhadap bahan kimia berbahaya seperti asbes, merkuri, atau pestisida, yang dapat menyebabkan kerusakan pada organ tubuh atau bahkan kanker jika terpapar dalam jangka panjang. Debu silika, yang sering ditemukan di industri pertambangan dan konstruksi, dapat masuk ke saluran pernapasan dan menyebabkan penyakit paru-paru kronis seperti silikosis.

Paparan kebisingan yang berkepanjangan di lingkungan kerja yang bising, seperti di pabrik atau bandara, dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen. Selain itu, postur kerja yang tidak ergonomis, seperti duduk atau berdiri terlalu lama tanpa penyangga yang tepat, dapat menyebabkan penyakit muskuloskeletal, termasuk nyeri punggung dan gangguan pada persendian.

9. Kekerasan di Tempat Kerja

Kekerasan di tempat kerja merupakan masalah serius yang dapat terjadi di berbagai sektor dan jenis pekerjaan. Penyebab utama kekerasan ini meliputi stres kerja yang berlebihan, yang dapat memicu perilaku agresif atau reaksi emosional yang tidak terkendali di antara rekan kerja. Selain itu, bullying atau perundungan oleh atasan atau rekan kerja dapat menyebabkan lingkungan kerja yang tidak nyaman dan tidak aman. Pelecehan seksual, baik verbal maupun fisik, juga merupakan bentuk kekerasan yang sering terjadi di tempat kerja dan dapat berdampak sangat merugikan bagi korban. Kekerasan ini dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dan sering kali melibatkan kekuasaan atau dominasi pihak tertentu terhadap yang lain.

Dampak dari kekerasan di tempat kerja sangat merugikan, baik bagi individu maupun organisasi. Cedera fisik akibat kekerasan dapat menyebabkan luka serius dan membutuhkan perawatan medis, sementara trauma emosional dapat menyebabkan masalah kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Kekerasan di tempat kerja juga dapat menyebabkan penurunan produktivitas karena pekerja yang mengalami kekerasan atau merasa tidak aman akan kesulitan untuk fokus dan bekerja dengan efektif. Lingkungan kerja yang tidak aman juga dapat menyebabkan tingginya tingkat absensi dan pergantian karyawan, yang pada akhirnya merugikan organisasi secara keseluruhan.

10. Bencana Alam

Bencana alam adalah peristiwa yang tidak dapat diprediksi secara pasti dan dapat terjadi kapan saja, menyebabkan kerusakan besar dan risiko terhadap kehidupan manusia serta lingkungan. Penyebab utama bencana alam meliputi berbagai fenomena alam seperti gempa bumi, yang terjadi akibat pergerakan lempeng tektonik dan dapat menyebabkan kerusakan struktural yang parah serta memicu tsunami jika terjadi di bawah laut.

Untuk mengurangi dampak dari bencana alam, penerapan sistem peringatan dini sangat penting. Sistem ini harus mampu mendeteksi tanda-tanda awal bencana seperti gempa bumi atau badai dan memberikan peringatan kepada masyarakat dan pihak berwenang dengan cepat. Dengan peringatan dini, orang-orang dapat mengungsi dari daerah berisiko tinggi dan mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan, seperti memperkuat bangunan atau mengevakuasi ternak dan barang berharga.

sumber: indonesiasafetycenter

Mengapa perlu melakukan penilaian risiko kebakaran?
Safety K326 Agustus 2024

Mengapa perlu melakukan penilaian risiko kebakaran?

Penilaian risiko kebakaran dirancang untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kebakaran dengan mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko kebakaran di dalam gedung. Namun, tidak hanya memeriksa struktur bangunan itu sendiri, tapi isi bangunan, tata letak, dan penggunaan bangunan. Bagaimana penggunaan bangunan tersebut mempengaruhi risiko kebakaran? Berapa banyak orang yang ada di dalam gedung? Bagaimana mereka akan selamat jika terjadi kebakaran? Langkah apa yang harus diambil untuk meminimalisir bahaya?

Untuk bisnis atau bangunan umum seperti toko, gedung perkantoran, atau tempat-tempat vital lainnya dan bahkan stasiun bis dan kereta api, perlu dilakukan penilaian risiko kebakaran. Semua properti perlu mendapat penilaian risiko kebakaran. Ini bukan dokumen opsional dan diwajibkan oleh hukum Inggris.

Penilaian Resiko Kebakaran adalah proses yang melibatkan evaluasi sistematis terhadap faktor-faktor yang menentukan bahaya kebakaran, serta kemungkinan kebakaran akan terjadi, dan konsekuensinya jika terjadi.

5 langkah untuk Penilaian Risiko:

  1. Identify fire hazards
  2. Identify people at risk
  3. Evaluate, Remove, Reduce and Protect from risk
  4. Record, Plan, Inform, Instruct and Train
  5. Review and Evaluate

Penting untuk diingat bahwa Penilaian Resiko Kebakaran Anda harus menunjukkan bahwa sejauh masuk akal, Anda telah mempertimbangkan kebutuhan semua orang yang relevan termasuk penyandang cacat, atau gangguan yang dapat mengurangi pelarian mereka dari tempat tersebut.

Tapi mengapa perlu penilaian risiko kebakaran?

Alasannya adalah bahwa penilaian risiko kebakaran diperlukan karena diatur dalam Regulatory Reform (Fire Safety) Order 2005. Di Indonesia Penerapan FRA ini dapat mengacu kepada standar National Fire Protection Association (NFPA) dan juga peraturan lokal seperti PerMen PU No. 26 Tahun 2008. Pengelolaan proteksi kebakaran adalah upaya mencegah terjadinya kebakaran atau meluasnya kebakaran ke ruangan-ruangan ataupun lantai-lantai bangunan, termasuk ke bangunan lainnya melalui eliminasi ataupun minimalisasi risiko bahaya kebakaran, pengaturan zona-zona yang berpotensi menimbulkan kebakaran, serta kesiapan dan kesiagaan sistem proteksi aktif maupun pasif.

Secara sederhana, peraturan tersebut menyatakan bahwa penilaian risiko kebakaran harus dilakukan, namun juga mencantumkan berbagai persyaratan lainnya seperti: siapa yang dapat melakukan penilaian risiko kebakaran, siapa yang bertanggung jawab jika terjadi kebakaran, bagaimana prosedur dalam tanggap darurat dan untuk wilayah rawan bahaya, bagaiamana memberikan sosialisasi kepada setiap karyawan sehingga karyawan mampu menyelamatkan diri, dan informasi apa yang harus diberikan kepada karyawan.

Penting untuk dipahami bahwa kegagalan mematuhi Regulasi (Keselamatan Kebakaran) atau kelalaian yang menyebabkan kebakaran pada orang lain dapat dituntut secara pidana kurungan paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama setahun menurut pasal 188 KUHP. Dalam beberapa kasus, pihak yang bersalah berakhir dengan hukuman penjara.

Penting untuk dicatat bahwa undang-undang meminta penilaian risiko agar ‘sesuai’ dan ‘cukup’. Masalahnya adalah bahwa ada tingkat interpretasi di sini: apa yang mungkin cocok untuk satu properti tentu tidak akan sesuai untuk yang lain. Inilah sebabnya mengapa penting untuk menyesuaikan penilaian risiko kebakaran di masing-masing lokasi, serta untuk memperbarui dan meninjau penilaian saat dan kapan perubahan terjadi, seperti saat ruangan dipindahkan, orang-orang di bangunan tersebut berubah (terutama jika terdapat anak-anak atau orang cacat atau lanjut usia).

Siapa pun dapat melakukan penilaian risiko kebakaran, asalkan dianggap ‘kompeten’, namun baru-baru ini ditemukan bahwa banyak pemilik bisnis tidak memiliki keterampilan atau pengetahuan untuk menyelesaikan penilaian risiko tanpa bantuan. Masalahnya muncul ketika orang yang melakukan penilaian risiko kebakaran tidak memiliki pengalaman dan kemampuan untuk sepenuhnya menganalisis risiko. Bagaimana jika risiko atau bahaya tidak terjawab?

Tapi bagaimana Anda menemukan penilai risiko yang andal? Jawabannya sederhana: use only verified and certified risk assessors!

Penilaian risiko kebakaran mudah dilakukan, namun sulit dilakukan dengan baik. Hampir semua orang yang memiliki latar belakang di industri kebakaran dapat menjadikan diri mereka sebagai penilai risiko kebakaran yang ‘profesional’. Bahkan ada ratusan perusahaan yang mengaku sebagai ‘expert’ risk assessors, namun tanpa ada bukti nyata seperti tidak memiliki sertifikat.

Contoh Penggunaan dan Tips Memilih Lifeline yang Tepat
Safety K312 September 2024

Contoh Penggunaan dan Tips Memilih Lifeline yang Tepat

Dalam menjaga keselamatan di lingkungan kerja berpotensi berbahaya, lifeline merupakan alat yang sangat penting. Dengan memilih dan menggunakan lifeline yang tepat, pekerja dapat bekerja dengan lebih percaya diri dan aman di ketinggian, mengurangi risiko jatuh bebas dan cedera yang serius. Namun, keselamatan tidak hanya tergantung pada pemilihan lifeline yang sesuai, tetapi juga pada pemahaman dan penggunaan yang benar oleh para pekerja.

Pentingnya kesadaran dan pelatihan dalam penggunaan lifeline tidak boleh diabaikan. Para pekerja perlu diberikan pemahaman mendalam tentang cara menggunakan lifeline dengan benar, termasuk cara memasangnya, mengaitkan diri dengan benar, dan melakukan inspeksi rutin untuk memastikan kondisi lifeline tetap optimal. Hal ini akan memastikan bahwa lifeline dapat berfungsi sebagaimana mestinya dalam situasi darurat dan memberikan perlindungan maksimal bagi para pekerja.

Lifeline adalah alat penting yang digunakan dalam berbagai industri untuk melindungi keselamatan para pekerja di lingkungan kerja yang berpotensi berbahaya. Beberapa contoh penggunaan lifeline meliputi:

  1. Konstruksi
    Di industri konstruksi, lifeline digunakan untuk melindungi pekerja yang bekerja di ketinggian, seperti di atas perancah atau atap bangunan. Lifeline membantu mencegah jatuh bebas dan memberikan perlindungan tambahan bagi pekerja yang melakukan pekerjaan pemasangan atau perbaikan struktur bangunan.
  1. Perawatan gedung
    Dalam industri perawatan gedung, lifeline digunakan untuk melindungi pekerja yang membersihkan jendela atau melakukan pekerjaan pemeliharaan lainnya di gedung pencakar langit. Lifeline memungkinkan para pekerja untuk bergerak dengan lebih leluasa dan aman di ketinggian, sehingga meningkatkan efisiensi dan keselamatan dalam melakukan tugas-tugas mereka.
  1. Industri lepas pantai
    Di industri minyak dan gas lepas pantai, lifeline menjadi perlengkapan penting bagi pekerja yang bekerja di platform minyak dan gas. Lifeline membantu melindungi para pekerja dari jatuh ke laut atau ke bawah platform, sehingga menjaga keselamatan mereka di lingkungan kerja yang penuh risiko.
  2. Pendakian gunung
    Dalam kegiatan pendakian gunung, lifeline digunakan untuk melindungi pendaki jatuh dari tebing atau lereng gunung yang curam. Dengan mengaitkan diri ke lifeline yang terpasang dengan benar, pendaki dapat merasa lebih aman dan percaya diri saat menjelajahi medan yang berbahaya, sehingga meminimalkan risiko kecelakaan yang fatal.

Tips Memilih Lifeline yang Tepat

Ketika memilih lifeline, ada beberapa faktor penting yang perlu dipertimbangkan agar memastikan keselamatan dan kinerja optimal. Berikut adalah beberapa tips dalam memilih lifeline yang tepat:

  1. Jenis pekerjaan
    Pastikan untuk memilih lifeline yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang akan dilakukan. Misalnya, untuk pekerjaan konstruksi mungkin memerlukan lifeline yang kokoh dan tahan lama, sementara pekerjaan perawatan gedung mungkin membutuhkan lifeline yang lebih fleksibel dan mudah dipasang.
  1. Tingkat ketinggian
    Pastikan lifeline yang dipilih memiliki panjang yang cukup untuk mencapai anchor point yang aman. Ini sangat penting untuk memastikan bahwa lifeline memberikan perlindungan yang memadai bagi pekerja di ketinggian.
  1. Kapasitas beban
    Periksa juga kapasitas beban lifeline untuk memastikan bahwa lifeline dapat menopang berat pengguna dengan aman. Kapasitas beban yang tidak memadai dapat mengakibatkan kegagalan sistem pengaman dan meningkatkan risiko kecelakaan.
  1. Standar keselamatan
    Terakhir, pastikan lifeline memenuhi atau melebihi standar keselamatan yang berlaku, seperti standar yang ditetapkan oleh OSHA (Occupational Safety and Health Administration) atau lembaga pengatur keselamatan kerja lainnya. Memilih lifeline yang telah diuji dan disertifikasi dapat memberikan kepercayaan tambahan dalam penggunaannya di lingkungan kerja yang berpotensi berbahaya.
Selain Fire Detector, Apa Komponen Lain yang Ada pada Fire Alarm?
Safety K324 Agustus 2023

Selain Fire Detector, Apa Komponen Lain yang Ada pada Fire Alarm?

1. Control Panel Fire Alarm

Dalam instalasi fire alarm system dibutuhkan sebuah panel, karena sistem ini bekerja secara otomatis. Sehingga membutuhkan panel untuk mengontrol semuanya.

Panel tersebut bernama MCFA (Master control fire alarm) atau yang lebih sering disebut dengan panel fire alarm. MCFA akan berperan sebagai panel pusat yang akan mengatur dan mengendalikan semua detektor dan alarm bell yang terpasang.

Jadi semua data dan sinyal yang diberikan detector akan diolah MCFA. Kemudian baru mengeluarkan output berupa suara bunyi alarm maupun disertai dengan indikator visual. Dengan seperti ini, petugas yang memiliki tanggung jawab di bangunan tersebut bisa segera mengetahui lokasi kebakaran.

2. Audible Visual Fire Alarm

fire alarm horn strobe

Menjadi komponen yang sangat penting, karena komponen inilah yang akan memberikan tanda kepada orang-orang disekitar jika sedang terjadi kebakaran. Nah, komponen peringatan fire alarm ini dibagi menjadi 3 macam dengan fungsi yang berbeda-beda, sebagai berikut.

  • Audible berupa perangkat yang akan memberikan peringatan berupa suara sirine, klakson, maupun seperti lonceng.
  • Strobe cenderung memberikan peringatan bahaya kebakaran melalui kedipan lampu. Jadi, misal terdeteksi kebakaran, Strobe ini akan mem-flash lampu tanda bahaya kebakaran tanpa dengan adanya peringatan suara.
  • Horn Strobe merupakan komponen peringatan kebakaran yang banyak digunakan. Jadi, horn strobe ini akan menggabungkan antara alarm audible dengan strobe. Sehingga, nanti jika terjadi kebakaran akan ditandai dengan peringatan suara yang disertai dengan kedipan lampu bahaya.

Sebenarnya beberapa jenis audible visual fire alarm memiliki fungsi dan tujuan yang sama. Hanya saja, Anda bisa sesuaikan dengan peringatan seperti apa yang sedang dibutuhkan untuk proteksi bangunan Anda.

3. Power Supply

power supply fire alarm

Seperti yang kita tahu bahwa, fire alarm system memiliki banyak detector, apalagi yang menggunakan model Full Addressable. Maka dari itu, dibutuhkan daya listrik yang lumayan besar agar semua detektor bisa terus aktif dan siap siaga.

Itulah mengapa dibutuhkan peran power supply untuk terus memberikan daya listrik ke seluruh jaringan instalasi sistem alarm kebakaran.