Dalam dunia manajemen SDM, salah satu hal penting yang perlu HR lakukan adalah mengetahui kesalahan manajer yang membuat angka employee engagement menjadi rendah.
Ya, hal satu ini wajib sifatnya untuk diperhatikan. Sebab, tingkat keterlibatan karyawan yang kurang baik bisa memberikan dampak negatif kepada perusahaan.
Salah satunya adalah tingkat produktivitas karyawan yang kian memburuk. Alhasil, progres bisnis perusahaan pun jadi terhambat. Namun, tidak peduli usaha apapun yang sudah dilakukan, terkadang masih ada karyawan yang tetap mengasingkan diri.
Nah, bisa jadi ini karena kesalahan dari manajer karyawan tersebut. Pasalnya, tindakan manajer berpengaruh secara langsung terhadap staf di bawahnya.
Melihat hal tersebut, apa saja contoh kesalahan manajer yang membuat angka keterlibatan karyawan menjadi kurang baik? Yuk, pelajari selengkapnya di bawah ini!
Kesalahan Manajer yang Memengaruhi Employee Engagement
1. Ekspektasi yang tidak menentu
Salah satu kesalahan manajer yang bisa membuat angka employee engagement memburuk adalah ekspektasi yang tidak menentu. Seorang manajer pasti memiliki harapan tersendiri atas kinerja karyawannya. Namun, ekspektasi yang dimiliki seharusnya realistis, jelas dan ringkas.
Sebagai contoh, seorang karyawan memberikan laporan dan diterima dengan baik oleh manajer. Akan, tetapi di bulan berikutnya laporan tersebut diberikan dengan kualitas yang sama. Sehingga, karyawan dianggap tidak memenuhi ekspektasi.
Ekspektasi yang tidak menentu ini pastinya akan mengakibatkan para karyawan kesulitan dalam menjalankan pekerjaan mereka dan terjadilah disengagement.
2. Favoritisme
Kesalahan manajer berikutnya yang sering memengaruhi angka employee engagement adalah favoritisme. Tidak semua orang bisa cocok dengan satu sama lain. Maka itu, tidak ada salahnya kok jika kamu memilih untuk bekerja dengan orang-orang tertentu.
Namun, hal ini sebaiknya dihindari oleh seorang manajer. Sebagai seorang leader, mereka harus bisa membaur dan membuat semua karyawannya merasa diperhatikan.
Apabila masih menerapkan gaya kerja yang serupa, bisa-bisa terjadi kecemburuan di antara karyawan. Alhasil, muncul lah persaingan yang tidak sehat dan karyawan-karyawan yang kehilangan motivasi.
3. Micromanagement
Kesalahan manajer lainnya adalah micromanagement. Micromanaging adalah gaya manajemen kepemimpinan di mana seorang atasan melakukan pengamatan yang berlebih terhadap kinerja bawahannya.
Jika seorang manajer terlalu berlebihan dalam mengamati pekerjaan bawahannya, mereka akan merasa tidak dipercaya dan kinerja mereka buruk.
Pada akhirnya hal ini akan membuat para staf menjadi tidak tertarik dengan pekerjaan yang sedang dilakukan.
4. Mudah teralihkan
Kesalahan manajer selanjutnya yang membuat angka employee engagement menurun adalah mudah teralihkan dari pekerjaannya.
Bertolak belakang dengan micromanaging, ada beberapa manajer yang justru cuek dengan karyawannya karena mudah berpindah fokus dari pekerjaan yang sedang dilakukan.
Biasanya, para manajer yang mengalami hal ini terlalu sibuk dengan pekerjaan yang dimiliki dan tidak memerhatikan karyawannya sama sekali. Pada akhirnya, tim manajer itu pun tidak memiliki hubungan yang baik dan dapat menyebabkan penurunan motivasi dalam bekerja.
5. Burnout
Kesalahan terakhir manajer yang kerap membuat angka employee engagement buruk adalah burnout. Apabila kamu melihat staf yang memiliki pekerjaan berlebih atau memisahkan diri dari tim, hal tersebut merupakan dampak dari manajer yang mengalami burnout.
Ya, sering dianggap sepele, hal ini dapat memaksa karyawan untuk melakukan hal yang serupa dengan manajer mereka. Alasannya tak lain karena merasa tidak enak dan ingin membantu, atau terkejut dengan limpahan tugas yang diberikan oleh manajernya.
Maka dari itu, perhatikan kembali bahwa manajer di setiap tim memiliki work life balance yang tepat. Keuntungannya bukan hanya untuk si manajer, tapi, juga karyawan di timnya.
Nah, itulah beberapa kesalahan yang sering dilakukan manajer hingga angka employee engagement memburuk. Apabila sudah ada tanda-tanda yang terjadi dengan para manajer di kantor, segera selesaikan dengan baik, ya!
Penilaian risiko kebakaran dirancang untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kebakaran dengan mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko kebakaran di dalam gedung. Namun, tidak hanya memeriksa struktur bangunan itu sendiri, tapi isi bangunan, tata letak, dan penggunaan bangunan. Bagaimana penggunaan bangunan tersebut mempengaruhi risiko kebakaran? Berapa banyak orang yang ada di dalam gedung? Bagaimana mereka akan selamat jika terjadi kebakaran? Langkah apa yang harus diambil untuk meminimalisir bahaya?
Untuk bisnis atau bangunan umum seperti toko, gedung perkantoran, atau tempat-tempat vital lainnya dan bahkan stasiun bis dan kereta api, perlu dilakukan penilaian risiko kebakaran. Semua properti perlu mendapat penilaian risiko kebakaran. Ini bukan dokumen opsional dan diwajibkan oleh hukum Inggris.
Penilaian Resiko Kebakaran adalah proses yang melibatkan evaluasi sistematis terhadap faktor-faktor yang menentukan bahaya kebakaran, serta kemungkinan kebakaran akan terjadi, dan konsekuensinya jika terjadi.
5 langkah untuk Penilaian Risiko:
Penting untuk diingat bahwa Penilaian Resiko Kebakaran Anda harus menunjukkan bahwa sejauh masuk akal, Anda telah mempertimbangkan kebutuhan semua orang yang relevan termasuk penyandang cacat, atau gangguan yang dapat mengurangi pelarian mereka dari tempat tersebut.
Tapi mengapa perlu penilaian risiko kebakaran?
Alasannya adalah bahwa penilaian risiko kebakaran diperlukan karena diatur dalam Regulatory Reform (Fire Safety) Order 2005. Di Indonesia Penerapan FRA ini dapat mengacu kepada standar National Fire Protection Association (NFPA) dan juga peraturan lokal seperti PerMen PU No. 26 Tahun 2008. Pengelolaan proteksi kebakaran adalah upaya mencegah terjadinya kebakaran atau meluasnya kebakaran ke ruangan-ruangan ataupun lantai-lantai bangunan, termasuk ke bangunan lainnya melalui eliminasi ataupun minimalisasi risiko bahaya kebakaran, pengaturan zona-zona yang berpotensi menimbulkan kebakaran, serta kesiapan dan kesiagaan sistem proteksi aktif maupun pasif.
Secara sederhana, peraturan tersebut menyatakan bahwa penilaian risiko kebakaran harus dilakukan, namun juga mencantumkan berbagai persyaratan lainnya seperti: siapa yang dapat melakukan penilaian risiko kebakaran, siapa yang bertanggung jawab jika terjadi kebakaran, bagaimana prosedur dalam tanggap darurat dan untuk wilayah rawan bahaya, bagaiamana memberikan sosialisasi kepada setiap karyawan sehingga karyawan mampu menyelamatkan diri, dan informasi apa yang harus diberikan kepada karyawan.
Penting untuk dipahami bahwa kegagalan mematuhi Regulasi (Keselamatan Kebakaran) atau kelalaian yang menyebabkan kebakaran pada orang lain dapat dituntut secara pidana kurungan paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama setahun menurut pasal 188 KUHP. Dalam beberapa kasus, pihak yang bersalah berakhir dengan hukuman penjara.
Penting untuk dicatat bahwa undang-undang meminta penilaian risiko agar ‘sesuai’ dan ‘cukup’. Masalahnya adalah bahwa ada tingkat interpretasi di sini: apa yang mungkin cocok untuk satu properti tentu tidak akan sesuai untuk yang lain. Inilah sebabnya mengapa penting untuk menyesuaikan penilaian risiko kebakaran di masing-masing lokasi, serta untuk memperbarui dan meninjau penilaian saat dan kapan perubahan terjadi, seperti saat ruangan dipindahkan, orang-orang di bangunan tersebut berubah (terutama jika terdapat anak-anak atau orang cacat atau lanjut usia).
Siapa pun dapat melakukan penilaian risiko kebakaran, asalkan dianggap ‘kompeten’, namun baru-baru ini ditemukan bahwa banyak pemilik bisnis tidak memiliki keterampilan atau pengetahuan untuk menyelesaikan penilaian risiko tanpa bantuan. Masalahnya muncul ketika orang yang melakukan penilaian risiko kebakaran tidak memiliki pengalaman dan kemampuan untuk sepenuhnya menganalisis risiko. Bagaimana jika risiko atau bahaya tidak terjawab?
Tapi bagaimana Anda menemukan penilai risiko yang andal? Jawabannya sederhana: use only verified and certified risk assessors!
Penilaian risiko kebakaran mudah dilakukan, namun sulit dilakukan dengan baik. Hampir semua orang yang memiliki latar belakang di industri kebakaran dapat menjadikan diri mereka sebagai penilai risiko kebakaran yang ‘profesional’. Bahkan ada ratusan perusahaan yang mengaku sebagai ‘expert’ risk assessors, namun tanpa ada bukti nyata seperti tidak memiliki sertifikat.
1. Control Panel Fire Alarm
Dalam instalasi fire alarm system dibutuhkan sebuah panel, karena sistem ini bekerja secara otomatis. Sehingga membutuhkan panel untuk mengontrol semuanya.
Panel tersebut bernama MCFA (Master control fire alarm) atau yang lebih sering disebut dengan panel fire alarm. MCFA akan berperan sebagai panel pusat yang akan mengatur dan mengendalikan semua detektor dan alarm bell yang terpasang.
Jadi semua data dan sinyal yang diberikan detector akan diolah MCFA. Kemudian baru mengeluarkan output berupa suara bunyi alarm maupun disertai dengan indikator visual. Dengan seperti ini, petugas yang memiliki tanggung jawab di bangunan tersebut bisa segera mengetahui lokasi kebakaran.
2. Audible Visual Fire Alarm
Menjadi komponen yang sangat penting, karena komponen inilah yang akan memberikan tanda kepada orang-orang disekitar jika sedang terjadi kebakaran. Nah, komponen peringatan fire alarm ini dibagi menjadi 3 macam dengan fungsi yang berbeda-beda, sebagai berikut.
Sebenarnya beberapa jenis audible visual fire alarm memiliki fungsi dan tujuan yang sama. Hanya saja, Anda bisa sesuaikan dengan peringatan seperti apa yang sedang dibutuhkan untuk proteksi bangunan Anda.
3. Power Supply
Seperti yang kita tahu bahwa, fire alarm system memiliki banyak detector, apalagi yang menggunakan model Full Addressable. Maka dari itu, dibutuhkan daya listrik yang lumayan besar agar semua detektor bisa terus aktif dan siap siaga.
Itulah mengapa dibutuhkan peran power supply untuk terus memberikan daya listrik ke seluruh jaringan instalasi sistem alarm kebakaran.
Manfaat menggunakan lifeline sangat besar, tidak hanya bagi keselamatan pekerja tetapi juga bagi keselamatan keseluruhan di tempat kerja. Penggunaan lifeline dapat mengurangi risiko kecelakaan serius atau fatal yang bisa terjadi jika pekerja jatuh dari ketinggian.
Selain itu, dengan meningkatkan keselamatan kerja, penggunaan lifeline juga dapat mengurangi biaya yang terkait dengan kecelakaan kerja, seperti biaya medis, kompensasi pekerja, atau penundaan proyek. Dengan demikian, lifeline bukan hanya merupakan alat pengaman individual, tetapi juga merupakan investasi penting untuk keselamatan dan kesejahteraan pekerja serta kelangsungan bisnis.
Jenis-Jenis Lifeline
Terdapat empat jenis utama lifeline yang digunakan dalam berbagai aplikasi keselamatan dan industri. Mari kita jelaskan lebih detail tentang masing-masing jenis:
Komponen Utama Lifeline
Komponen-komponen utama lifeline adalah unsur-unsur kunci yang bekerja bersama-sama untuk memberikan perlindungan dan keamanan kepada pekerja yang menggunakan lifeline. Berikut penjelasan tentang masing-masing komponen:
Mengetahui klasifikasi area berbahaya merupakan hal yang sangat penting dalam lingkungan kerja karena dapat membantu mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko yang mungkin terjadi. Kecelakaan kerja dapat memiliki dampak negatif yang serius, termasuk cedera fisik yang parah atau bahkan kematian bagi pekerja yang terlibat.
Selain itu, kecelakaan juga dapat merugikan perusahaan dengan menyebabkan kerusakan pada peralatan dan properti, mengganggu produktivitas, serta menimbulkan biaya medis dan kompensasi yang tinggi.
Tips Menerapkan Tindakan Pencegahan di Tempat Kerja
Menerapkan tindakan pencegahan di tempat kerja memerlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu dalam menerapkan tindakan pencegahan di tempat kerja:
Menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman adalah tanggung jawab bersama. Keselamatan kerja merupakan prioritas yang harus dipegang oleh semua pihak terlibat, baik manajemen perusahaan maupun para pekerja. Dengan memahami klasifikasi area berbahaya dan mengambil tindakan pencegahan yang tepat, kita dapat meminimalkan risiko kecelakaan kerja yang serius.
Dan dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan yang sesuai, seperti pelatihan keselamatan, penggunaan peralatan pelindung diri, dan penegakan prosedur keselamatan, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman bagi semua.