Cara Memastikan Keamanan Overhead dan Gantry Crane
Safety K3

Cara Memastikan Keamanan Overhead dan Gantry Crane

25 Januari 2024

Overhead dan gantry adalah dua jenis derek industri yang paling umum. Derek di atas kepala memiliki jembatan bergerak yang membawa troli bergerak yang mendukung mekanisme pengangkatan, berjalan pada struktur landasan pacu tetap di atas kepala.

Sistem gantry crane sangat mirip dengan sistem overhead crane kecuali kenyataan bahwa jembatan untuk membawa troli atau troli ditopang secara kaku pada dua kaki atau lebih. Ini sebagian besar berjalan di rel tetap atau landasan pacu serupa lainnya, biasanya di darat.

Standar keselamatan overhead dan gantry crane serta prosedur pengoperasian untuk kedua alat berat dikelompokkan karena karakteristik perjalanan dan pengangkatan yang serupa. Keselamatan bridge crane harus diperhatikan dengan serius dalam mengoperasikan peralatan ini.

Pemeriksaan Pra-Operasi

Setiap mesin harus diuji sebelum dioperasikan, tidak peduli seberapa sering atau jarang digunakan. Dengarkan dan cari suara atau gerakan apa pun yang dapat menandakan kerusakan dengan mengoperasikan derek beberapa meter di setiap arah. Periksa tombol berhenti darurat untuk memastikannya berfungsi dengan baik dengan menaikkan blok beban secara perlahan hingga mematikan sakelar batas atas. Namun yang terpenting, jangan abaikan tanda bahaya apa pun, sekecil apa pun.

Keselamatan Operasi | Keamanan Gantry Crane | Keamanan Derek Di Atas Kepala

  • Selalu, saya ulangi, selalu, lakukan pemeriksaan perangkat di bawah kait. Hal ini memerlukan pemeriksaan kerusakan: batang penyebar, belenggu, katrol, sling.
  • Biasakan untuk memulai pengangkatan secara perlahan untuk meminimalkan ayunan beban. Pastikan pekerjaan tali-temali terpasang dengan benar dan tidak terjadi selip. Kemudian Naikkan beban cukup tinggi untuk melewati rintangan apa pun dalam satu gerakan mulus. Lakukan semua ini dengan gerakan halus, hindari gerakan tiba-tiba.
  • Ingat, derek di atas kepala dirancang hanya untuk pengangkatan vertikal. Jika beban ditarik ke samping, dapat terjadi kerusakan serius atau kegagalan derek yang parah. Setelah beban diangkat dengan benar, Anda dapat memindahkan beban ke lokasi yang diinginkan tetapi ingat bahwa Anda tidak boleh membawa beban melewati seseorang. Ketika derek sudah berada di posisinya, maka Anda dapat menurunkan beban secara perlahan ke lokasi pemasangannya.
  • Jika muatannya berayun bebas maka disarankan agar garis tag ditempelkan pada setidaknya dua sudut muatan. Hal ini memastikan bahwa beban dapat diputar tanpa berdiri di bawah atau di dekatnya sambil mengatur posisinya dengan tangan.
  • Jika Anda menghadapi keadaan darurat apa pun, matikan sakelar utama yang menggerakkan derek. Selalu pastikan Anda mengetahui lokasi sakelar pemutus utama dan mudah dijangkau. Jika Anda menggunakan derek yang tidak memiliki kotak pemutus di dekatnya, tombol berhenti pada liontin kontrol harus Anda gunakan karena tombol tersebut memutus semua aliran listrik ke derek.

Praktik Keselamatan yang Diperlukan

Jangan sekali-kali memindahkan beban melewati rekan kerja atau mengizinkan rekan kerja berjalan di bawah beban tersebut. Pastikan Anda mengembalikan blok beban ke lokasi yang ditentukan setelah digunakan. Selain itu, pastikan Anda tidak membiarkan blok beban cukup rendah sehingga dapat ditabrak orang lain.

Amati peralatan secara terus-menerus untuk mengetahui adanya masalah selama pengoperasian dan yang terpenting, jangan abaikan kesalahan sekecil apa pun. Selalu perhatikan apa yang Anda lakukan. Gangguan sekecil apa pun bisa berakibat fatal. Dan yang terpenting, jangan mengoperasikan mesin seperti itu jika Anda sedang mabuk.

3 Tips Keamanan Menghadapi Derek

Tip #1: Jangan Pernah Melebihi Peringkat Beban.

Tip keselamatan pertama dan paling penting adalah jangan pernah melebihi kapasitas beban derek. Setiap derek memiliki batas beban tertentu yang dapat ditangani dengan aman. Bila Anda melebihi batas ini, Anda berisiko membuat derek roboh atau terbalik.

Jika Anda melakukannya, Anda akan membahayakan nyawa pekerja Anda, dan Anda juga akan menghadapi kerugian finansial. Untuk mencegah terjadinya kecelakaan seperti itu, pastikan Anda mengetahui kapasitas muatan derek, dan hindari melebihi batas berat maksimum.

Tip #2: Pelatihan dan Sertifikasi yang Tepat.

Tips kedua adalah memastikan setiap pekerja yang akan mengoperasikan crane mendapat pelatihan dan sertifikasi yang tepat. Operator yang berkualifikasi dan bersertifikat mengetahui cara menangani derek dengan aman dan efisien.

Pelatihan yang tepat mencakup pemahaman komprehensif tentang pengendalian operasional, prinsip penggunaan derek, dan strategi pengangkatan. Pelatihan rutin dan sertifikasi ulang juga harus dilakukan untuk memastikan bahwa operator selalu mengikuti pedoman dan peraturan keselamatan terbaru.

Tip #3: Selalu Lakukan Pemeriksaan Pra-Pengoperasian

Sebelum menggunakan derek, lakukan pemeriksaan pra-pengoperasian secara menyeluruh untuk memastikan semua bagian dalam kondisi baik dan berfungsi dengan benar. Ikuti saran pada bagian Pemeriksaan Pra-Pengoperasian di atas untuk praktik terbaik.

Pemeriksaan ini harus mencakup pemeriksaan kebocoran, keretakan atau kerusakan pada struktur crane, hoist, tali, dan hook. Carilah bukti adanya korosi atau karat pada bagian logam, dan periksa roda, rem, dan bantalannya.

Artikel Lainnya

10 Ancaman Keselamatan Utama yang Mengintai Industri Migas
Safety K302 September 2024

10 Ancaman Keselamatan Utama yang Mengintai Industri Migas

Industri migas merupakan salah satu sektor yang berpotensi tinggi terhadap risiko kecelakaan kerja yang serius. Kondisi operasional yang kompleks dan lingkungan kerja yang berbahaya menuntut adopsi budaya keselamatan yang kuat sebagai prioritas utama. Langkah-langkah proaktif seperti identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan penerapan kontrol yang tepat menjadi kunci dalam menjaga keselamatan pekerja serta mencegah terjadinya insiden yang dapat mengancam kehidupan dan lingkungan. Dengan menerapkan praktik keselamatan yang baik dan menjaga konsistensi dalam implementasinya, industri migas dapat memastikan operasional yang aman, produktif, dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat.

1. Ledakan dan Kebakaran

Ledakan dan kebakaran merupakan insiden yang sering terjadi akibat kebocoran gas, percikan api, kesalahan manusia, atau faktor alam seperti gempa bumi. Kebocoran gas, misalnya, dapat terjadi ketika ada kerusakan pada saluran pipa atau tangki penyimpanan. Gas yang keluar bisa dengan mudah terbakar jika ada percikan api, baik yang berasal dari alat elektronik maupun dari sumber lain seperti rokok.

Kesalahan manusia juga tidak bisa diabaikan, karena kecerobohan dalam penggunaan bahan-bahan yang mudah terbakar atau kurangnya pemeliharaan peralatan dapat meningkatkan risiko terjadinya ledakan. Selain itu, faktor alam seperti gempa bumi dapat menyebabkan kerusakan pada infrastruktur, yang pada gilirannya dapat memicu kebocoran gas atau percikan api.

2. Jatuh dari Ketinggian

Jatuh dari ketinggian adalah salah satu risiko kerja yang paling umum dan berbahaya, terutama di industri konstruksi, pertambangan, dan manufaktur. Penyebab utama jatuh dari ketinggian meliputi bekerja pada ketinggian yang signifikan tanpa perlindungan yang memadai, kondisi permukaan kerja yang tidak aman seperti lantai licin atau tidak stabil, serta kurangnya penggunaan alat pelindung diri (APD) seperti sabuk pengaman atau helm. Misalnya, pekerja yang bekerja di atas scaffolding atau atap bangunan sering kali berisiko jatuh jika struktur tidak stabil atau jika mereka tidak menggunakan alat pelindung diri yang benar.

Dampak dari jatuh dari ketinggian dapat sangat parah. Cedera yang sering terjadi termasuk patah tulang, luka dalam, dan trauma kepala, yang dapat mengakibatkan cacat permanen atau kematian. Bahkan jatuh dari ketinggian yang relatif rendah dapat menyebabkan cedera serius jika pekerja tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri yang tepat. Selain itu, jatuh dari ketinggian juga dapat menyebabkan trauma psikologis bagi pekerja, yang mungkin merasa cemas atau takut untuk bekerja di ketinggian di masa depan.

3. Paparan Bahan Kimia Berbahaya

Paparan bahan kimia berbahaya merupakan risiko yang sering dihadapi oleh pekerja di berbagai industri, seperti manufaktur, pertanian, dan laboratorium penelitian. Penyebab utama paparan ini meliputi gas beracun seperti karbon monoksida dan amonia, bahan kimia karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker seperti benzena dan asbes, serta bahan bakar fosil yang mengandung zat-zat berbahaya.

Paparan dapat terjadi melalui inhalasi, kontak kulit, atau konsumsi, dan sering kali tidak disadari hingga efek berbahayanya mulai terasa. Misalnya, pekerja yang terpapar gas beracun dalam ruangan tertutup tanpa ventilasi yang memadai dapat mengalami keracunan serius.

Dampak dari paparan bahan kimia berbahaya sangat beragam dan sering kali serius. Keracunan akut bisa terjadi jika seseorang terpapar konsentrasi tinggi dari gas atau zat beracun, yang dapat menyebabkan gejala seperti pusing, mual, hingga kehilangan kesadaran.

Pelatihan pekerja tentang bahaya bahan kimia dan cara menangani bahan tersebut dengan aman juga sangat penting. Pekerja harus dilatih untuk memahami label dan lembar data keselamatan bahan (MSDS), serta prosedur darurat jika terjadi paparan bahan kimia. Dengan langkah-langkah pencegahan yang tepat, risiko paparan bahan kimia berbahaya dapat dikurangi secara signifikan, sehingga melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja serta lingkungan sekitarnya.

4. Tersengat Listrik

Tersengat listrik adalah salah satu risiko yang serius dalam berbagai lingkungan kerja, terutama di industri konstruksi, manufaktur, dan layanan publik. Penyebab utama dari kejadian ini adalah kontak dengan kabel listrik bertegangan tinggi yang tidak terlindungi atau rusak, serta penggunaan peralatan listrik yang tidak aman. Misalnya, pekerja yang bekerja di dekat sumber listrik mungkin secara tidak sengaja menyentuh kabel yang terkelupas atau rusak, atau menggunakan alat listrik yang tidak terisolasi dengan baik. Kondisi ini meningkatkan risiko tersengat listrik, yang dapat menyebabkan cedera parah atau bahkan kematian.

Untuk mencegah tersengat listrik, diperlukan langkah-langkah pencegahan yang komprehensif. Isolasi kabel listrik merupakan langkah utama untuk menghindari kontak langsung dengan sumber listrik bertegangan tinggi. Kabel harus diperiksa secara rutin untuk memastikan bahwa tidak ada kerusakan atau kebocoran yang bisa menimbulkan risiko tersengat listrik. Selain itu, penggunaan peralatan listrik yang aman dan terstandarisasi juga penting untuk mencegah terjadinya insiden. Peralatan listrik harus selalu digunakan sesuai dengan petunjuk dan dilengkapi dengan fitur pengaman yang memadai.

5. Terpapar Radiasi

Terpapar radiasi merupakan risiko serius yang dapat terjadi di berbagai sektor, termasuk industri medis, nuklir, dan penelitian ilmiah. Penyebab utama paparan ini adalah sinar X dan sinar gamma yang sering digunakan dalam pemeriksaan medis dan terapi kanker, serta bahan radioaktif yang digunakan dalam berbagai aplikasi industri dan penelitian.

Sinar X dan sinar gamma memiliki energi yang sangat tinggi, sehingga dapat menembus jaringan tubuh dan menyebabkan kerusakan pada sel-sel dan DNA. Bahan radioaktif, seperti uranium dan plutonium, juga dapat memancarkan radiasi yang berbahaya jika tidak ditangani dengan benar. Pekerja yang terpapar radiasi dalam jangka waktu yang lama atau dalam dosis tinggi berisiko tinggi mengalami berbagai dampak kesehatan yang serius.

6. Kecelakaan Kendaraan

Kecelakaan kendaraan merupakan salah satu penyebab utama cedera parah dan kematian di banyak negara. Penyebab utama kecelakaan kendaraan seringkali berkaitan dengan kesalahan manusia, seperti mengemudi dalam keadaan mabuk, tidak mematuhi aturan lalu lintas, atau kurangnya perhatian saat mengemudi.

Selain itu, kondisi jalan yang tidak aman seperti jalan yang licin, rusak, atau kurangnya pencahayaan dapat memperburuk situasi dan meningkatkan risiko kecelakaan. Kendaraan yang tidak terawat dengan baik juga menjadi faktor penyebab yang signifikan, karena masalah mekanis seperti rem yang tidak berfungsi atau ban yang aus dapat menyebabkan kehilangan kendali dan kecelakaan.

Dampak dari kecelakaan kendaraan bisa sangat parah, mulai dari cedera fisik yang serius hingga kematian. Cedera yang umum terjadi termasuk patah tulang, luka dalam, dan cedera kepala yang dapat mengakibatkan kecacatan permanen atau memerlukan perawatan medis jangka panjang.

7. Tenggelam

Tenggelam merupakan salah satu risiko utama bagi pekerja yang bekerja di lingkungan perairan, seperti di kapal, platform minyak, atau konstruksi jembatan. Penyebab utama terjadinya tenggelam meliputi bekerja di atas air tanpa alat pelindung diri yang memadai, seperti jaket pelampung atau alat bantu apung lainnya. Kurangnya alat pelindung diri membuat pekerja rentan terhadap bahaya tenggelam jika mereka terjatuh ke dalam air. Cuaca buruk seperti badai, angin kencang, atau gelombang tinggi juga memperbesar risiko tenggelam, karena kondisi ini dapat membuat permukaan air menjadi tidak stabil dan sulit untuk melakukan penyelamatan jika terjadi insiden.

Dampak dari tenggelam sangat serius dan sering kali berujung pada kematian. Korban yang tenggelam bisa kehilangan kesadaran dalam beberapa menit karena kekurangan oksigen, yang kemudian dapat menyebabkan kerusakan otak permanen atau kematian jika tidak segera diselamatkan. Selain risiko kematian, insiden tenggelam juga bisa menyebabkan trauma psikologis yang mendalam bagi korban yang selamat maupun rekan kerja yang menyaksikan kejadian tersebut.

8. Penyakit akibat Kerja

Penyakit akibat kerja adalah masalah serius yang bisa terjadi di berbagai industri dan pekerjaan. Penyebab utama dari penyakit ini mencakup paparan terhadap bahan kimia berbahaya seperti asbes, merkuri, atau pestisida, yang dapat menyebabkan kerusakan pada organ tubuh atau bahkan kanker jika terpapar dalam jangka panjang. Debu silika, yang sering ditemukan di industri pertambangan dan konstruksi, dapat masuk ke saluran pernapasan dan menyebabkan penyakit paru-paru kronis seperti silikosis.

Paparan kebisingan yang berkepanjangan di lingkungan kerja yang bising, seperti di pabrik atau bandara, dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen. Selain itu, postur kerja yang tidak ergonomis, seperti duduk atau berdiri terlalu lama tanpa penyangga yang tepat, dapat menyebabkan penyakit muskuloskeletal, termasuk nyeri punggung dan gangguan pada persendian.

9. Kekerasan di Tempat Kerja

Kekerasan di tempat kerja merupakan masalah serius yang dapat terjadi di berbagai sektor dan jenis pekerjaan. Penyebab utama kekerasan ini meliputi stres kerja yang berlebihan, yang dapat memicu perilaku agresif atau reaksi emosional yang tidak terkendali di antara rekan kerja. Selain itu, bullying atau perundungan oleh atasan atau rekan kerja dapat menyebabkan lingkungan kerja yang tidak nyaman dan tidak aman. Pelecehan seksual, baik verbal maupun fisik, juga merupakan bentuk kekerasan yang sering terjadi di tempat kerja dan dapat berdampak sangat merugikan bagi korban. Kekerasan ini dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dan sering kali melibatkan kekuasaan atau dominasi pihak tertentu terhadap yang lain.

Dampak dari kekerasan di tempat kerja sangat merugikan, baik bagi individu maupun organisasi. Cedera fisik akibat kekerasan dapat menyebabkan luka serius dan membutuhkan perawatan medis, sementara trauma emosional dapat menyebabkan masalah kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Kekerasan di tempat kerja juga dapat menyebabkan penurunan produktivitas karena pekerja yang mengalami kekerasan atau merasa tidak aman akan kesulitan untuk fokus dan bekerja dengan efektif. Lingkungan kerja yang tidak aman juga dapat menyebabkan tingginya tingkat absensi dan pergantian karyawan, yang pada akhirnya merugikan organisasi secara keseluruhan.

10. Bencana Alam

Bencana alam adalah peristiwa yang tidak dapat diprediksi secara pasti dan dapat terjadi kapan saja, menyebabkan kerusakan besar dan risiko terhadap kehidupan manusia serta lingkungan. Penyebab utama bencana alam meliputi berbagai fenomena alam seperti gempa bumi, yang terjadi akibat pergerakan lempeng tektonik dan dapat menyebabkan kerusakan struktural yang parah serta memicu tsunami jika terjadi di bawah laut.

Untuk mengurangi dampak dari bencana alam, penerapan sistem peringatan dini sangat penting. Sistem ini harus mampu mendeteksi tanda-tanda awal bencana seperti gempa bumi atau badai dan memberikan peringatan kepada masyarakat dan pihak berwenang dengan cepat. Dengan peringatan dini, orang-orang dapat mengungsi dari daerah berisiko tinggi dan mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan, seperti memperkuat bangunan atau mengevakuasi ternak dan barang berharga.

sumber: indonesiasafetycenter

Tips Keselamatan Kerja untuk Menghindari Arc Flash
Safety K322 Agustus 2024

Tips Keselamatan Kerja untuk Menghindari Arc Flash

Untuk mencegah terjadinya arc flash dan mengurangi risiko cedera atau kerusakan, langkah-langkah pencegahan berikut dapat diterapkan:

  1. Melakukan Inspeksi dan Pemeliharaan Sistem Kelistrikan Secara Berkala: Inspeksi rutin dan pemeliharaan sistem kelistrikan adalah kunci untuk mendeteksi dan mengatasi potensi masalah yang dapat menyebabkan arc flash. Ini termasuk pemeriksaan terhadap kondisi isolasi kabel, penggantian peralatan yang rusak atau aus, serta pemeliharaan sistem grounding yang baik.
  2. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang Tepat: Penggunaan alat pelindung diri (APD) yang sesuai sangat penting saat bekerja dengan sistem kelistrikan. Ini termasuk helm pelindung, kacamata pelindung, sarung tangan isolasi, pakaian pelindung, sepatu isolasi, dan peralatan pelindung lainnya. APD ini dapat membantu melindungi pekerja dari dampak langsung arc flash.
  3. Melatih Pekerja tentang Bahaya Arc Flash dan Cara Mencegahnya: Pelatihan yang tepat tentang bahaya arc flash, penggunaan peralatan pelindung diri, serta prosedur keselamatan yang harus diikuti saat bekerja dengan sistem kelistrikan sangat penting. Pekerja harus memahami tanda-tanda dan penyebab arc flash, serta langkah-langkah yang harus diambil untuk mencegah kejadian tersebut.
  4. Memasang Perangkat Arc Flash Protection pada Sistem Kelistrikan: Memasang perangkat perlindungan arc flash seperti pelindung busur listrik (arc flash protection devices) dapat membantu mengurangi risiko arc flash dengan mendeteksi dan merespons secara cepat saat terjadi gangguan dalam sistem kelistrikan. Perangkat ini dapat memutuskan sirkuit secara otomatis untuk mencegah atau meminimalkan dampak arc flash.

Dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan ini secara konsisten, dapat mengurangi risiko terjadinya arc flash dan meningkatkan keselamatan pekerja di lingkungan kerja yang melibatkan listrik. Selain itu, pengawasan dan peninjauan terus menerus terhadap keamanan sistem kelistrikan juga sangat penting untuk menjaga lingkungan kerja tetap aman dari potensi bahaya arc flash.

Tips Keselamatan Kerja untuk Menghindari Arc Flash

Berikut adalah beberapa tips keselamatan kerja yang dapat membantu menghindari risiko arc flash di lingkungan kerja:

  1. Matikan Sumber Listrik Sebelum Melakukan Pekerjaan pada Sistem Kelistrikan: Pastikan untuk selalu mematikan sumber listrik dan mengunci atau tandai sirkuit yang akan dikerjakan sebelum memulai pekerjaan pada sistem kelistrikan. Hal ini akan menghindari terjadinya arc flash akibat kontak tidak disengaja dengan konduktor hidup.
  2. Gunakan Alat yang Terinsulasi dengan Baik: Pastikan untuk menggunakan alat-alat yang memiliki isolasi yang baik dan sesuai standar keselamatan. Gunakan sarung tangan isolasi, alat-alat yang terbuat dari bahan isolasi, dan peralatan perlindungan diri (APD) lainnya yang dirancang khusus untuk melindungi dari potensi bahaya arc flash.
  3. Hindari Bekerja di Area yang Basah atau Lembab: Arc flash dapat terjadi lebih mudah di lingkungan yang basah atau lembab karena air dapat mengurangi isolasi dan meningkatkan risiko terjadinya hubungan pendek atau korsleting. Hindari bekerja di area yang basah atau lembab jika memungkinkan, atau pastikan untuk mengambil langkah-langkah perlindungan ekstra jika tidak dapat dihindari.
  4. Selalu Waspada dan Perhatikan Sekitar: Selalu tetap waspada terhadap lingkungan sekitar Anda saat bekerja dengan sistem kelistrikan. Perhatikan tanda-tanda potensi bahaya seperti bau terbakar, suara aneh, atau percikan api. Jika Anda melihat atau mendengar sesuatu yang mencurigakan, segera hentikan pekerjaan dan laporkan kepada supervisor atau personel yang bertanggung jawab.

Dengan mematuhi tips keselamatan kerja ini dan mengadopsi praktik keselamatan yang baik, Anda dapat membantu mengurangi risiko terjadinya arc flash dan menjaga keselamatan diri sendiri serta rekan kerja di lingkungan kerja yang melibatkan listrik. Keselamatan harus selalu menjadi prioritas utama dalam setiap pekerjaan yang melibatkan risiko listrik.

Kesimpulan

Dalam kesimpulan, penting untuk diingat bahwa arc flash adalah bahaya serius yang dapat terjadi di lingkungan kerja yang melibatkan listrik. Dampaknya dapat fatal, menyebabkan luka bakar serius, kerusakan mata dan pendengaran, gangguan pernapasan, bahkan kematian. Namun, dengan pemahaman yang baik tentang penyebab, tanda-tanda, dampak, dan langkah-langkah pencegahan arc flash, kita dapat mengurangi risiko dan menjaga keselamatan diri dan rekan kerja.

Melakukan inspeksi dan pemeliharaan sistem kelistrikan secara berkala, menggunakan alat pelindung diri yang tepat, melatih pekerja tentang bahaya arc flash, memasang perangkat perlindungan arc flash, serta mengikuti tips keselamatan kerja yang tepat dapat membantu mencegah kejadian arc flash dan melindungi keselamatan di tempat kerja. Keselamatan harus selalu menjadi prioritas utama, dan langkah-langkah pencegahan harus diadopsi secara konsisten untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dari risiko arc flash.

sumber: indonesiasafetycenter

Mengapa perlu melakukan penilaian risiko kebakaran?
Safety K326 Agustus 2024

Mengapa perlu melakukan penilaian risiko kebakaran?

Penilaian risiko kebakaran dirancang untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kebakaran dengan mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko kebakaran di dalam gedung. Namun, tidak hanya memeriksa struktur bangunan itu sendiri, tapi isi bangunan, tata letak, dan penggunaan bangunan. Bagaimana penggunaan bangunan tersebut mempengaruhi risiko kebakaran? Berapa banyak orang yang ada di dalam gedung? Bagaimana mereka akan selamat jika terjadi kebakaran? Langkah apa yang harus diambil untuk meminimalisir bahaya?

Untuk bisnis atau bangunan umum seperti toko, gedung perkantoran, atau tempat-tempat vital lainnya dan bahkan stasiun bis dan kereta api, perlu dilakukan penilaian risiko kebakaran. Semua properti perlu mendapat penilaian risiko kebakaran. Ini bukan dokumen opsional dan diwajibkan oleh hukum Inggris.

Penilaian Resiko Kebakaran adalah proses yang melibatkan evaluasi sistematis terhadap faktor-faktor yang menentukan bahaya kebakaran, serta kemungkinan kebakaran akan terjadi, dan konsekuensinya jika terjadi.

5 langkah untuk Penilaian Risiko:

  1. Identify fire hazards
  2. Identify people at risk
  3. Evaluate, Remove, Reduce and Protect from risk
  4. Record, Plan, Inform, Instruct and Train
  5. Review and Evaluate

Penting untuk diingat bahwa Penilaian Resiko Kebakaran Anda harus menunjukkan bahwa sejauh masuk akal, Anda telah mempertimbangkan kebutuhan semua orang yang relevan termasuk penyandang cacat, atau gangguan yang dapat mengurangi pelarian mereka dari tempat tersebut.

Tapi mengapa perlu penilaian risiko kebakaran?

Alasannya adalah bahwa penilaian risiko kebakaran diperlukan karena diatur dalam Regulatory Reform (Fire Safety) Order 2005. Di Indonesia Penerapan FRA ini dapat mengacu kepada standar National Fire Protection Association (NFPA) dan juga peraturan lokal seperti PerMen PU No. 26 Tahun 2008. Pengelolaan proteksi kebakaran adalah upaya mencegah terjadinya kebakaran atau meluasnya kebakaran ke ruangan-ruangan ataupun lantai-lantai bangunan, termasuk ke bangunan lainnya melalui eliminasi ataupun minimalisasi risiko bahaya kebakaran, pengaturan zona-zona yang berpotensi menimbulkan kebakaran, serta kesiapan dan kesiagaan sistem proteksi aktif maupun pasif.

Secara sederhana, peraturan tersebut menyatakan bahwa penilaian risiko kebakaran harus dilakukan, namun juga mencantumkan berbagai persyaratan lainnya seperti: siapa yang dapat melakukan penilaian risiko kebakaran, siapa yang bertanggung jawab jika terjadi kebakaran, bagaimana prosedur dalam tanggap darurat dan untuk wilayah rawan bahaya, bagaiamana memberikan sosialisasi kepada setiap karyawan sehingga karyawan mampu menyelamatkan diri, dan informasi apa yang harus diberikan kepada karyawan.

Penting untuk dipahami bahwa kegagalan mematuhi Regulasi (Keselamatan Kebakaran) atau kelalaian yang menyebabkan kebakaran pada orang lain dapat dituntut secara pidana kurungan paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama setahun menurut pasal 188 KUHP. Dalam beberapa kasus, pihak yang bersalah berakhir dengan hukuman penjara.

Penting untuk dicatat bahwa undang-undang meminta penilaian risiko agar ‘sesuai’ dan ‘cukup’. Masalahnya adalah bahwa ada tingkat interpretasi di sini: apa yang mungkin cocok untuk satu properti tentu tidak akan sesuai untuk yang lain. Inilah sebabnya mengapa penting untuk menyesuaikan penilaian risiko kebakaran di masing-masing lokasi, serta untuk memperbarui dan meninjau penilaian saat dan kapan perubahan terjadi, seperti saat ruangan dipindahkan, orang-orang di bangunan tersebut berubah (terutama jika terdapat anak-anak atau orang cacat atau lanjut usia).

Siapa pun dapat melakukan penilaian risiko kebakaran, asalkan dianggap ‘kompeten’, namun baru-baru ini ditemukan bahwa banyak pemilik bisnis tidak memiliki keterampilan atau pengetahuan untuk menyelesaikan penilaian risiko tanpa bantuan. Masalahnya muncul ketika orang yang melakukan penilaian risiko kebakaran tidak memiliki pengalaman dan kemampuan untuk sepenuhnya menganalisis risiko. Bagaimana jika risiko atau bahaya tidak terjawab?

Tapi bagaimana Anda menemukan penilai risiko yang andal? Jawabannya sederhana: use only verified and certified risk assessors!

Penilaian risiko kebakaran mudah dilakukan, namun sulit dilakukan dengan baik. Hampir semua orang yang memiliki latar belakang di industri kebakaran dapat menjadikan diri mereka sebagai penilai risiko kebakaran yang ‘profesional’. Bahkan ada ratusan perusahaan yang mengaku sebagai ‘expert’ risk assessors, namun tanpa ada bukti nyata seperti tidak memiliki sertifikat.

10 Perbedaan Sertifikasi Ahli K3 Umum BNSP dan Kemnaker RI
Safety K305 September 2024

10 Perbedaan Sertifikasi Ahli K3 Umum BNSP dan Kemnaker RI

Sertifikat Ahli K3 Umum (AK3U) adalah dokumen resmi yang menyatakan bahwa seseorang memiliki kompetensi dan kualifikasi dalam bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) untuk melaksanakan tugas pengawasan dan pengelolaan K3 di tempat kerja. Sertifikasi AK3U ini penting bagi setiap perusahaan untuk memastikan lingkungan kerja yang aman dan sehat, serta untuk memenuhi persyaratan hukum yang berlaku di Indonesia.

Dalam konteks sertifikasi AK3U, terdapat dua lembaga utama yang mengeluarkan sertifikat ini, yaitu Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI). Meskipun keduanya memberikan pengakuan resmi sebagai ahli K3, ada perbedaan mendasar antara sertifikasi AK3U yang dikeluarkan oleh BNSP dan Kemnaker RI. 

Sertifikasi AK3U dari BNSP lebih berfokus pada pengakuan kompetensi individu berdasarkan standar kompetensi kerja yang berlaku secara nasional. Uji kompetensi dalam sertifikasi ini mencakup teori, praktik, dan wawancara untuk memastikan bahwa peserta memiliki pengetahuan dan keterampilan yang komprehensif di bidang K3.

Di sisi lain, sertifikasi AK3U yang dikeluarkan oleh Kemnaker RI lebih menekankan pada pemenuhan peraturan perundang-undangan terkait K3 di tempat kerja. Proses sertifikasi dari Kemnaker RI biasanya melibatkan pelatihan formal yang diselenggarakan oleh Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) yang terakreditasi, dengan fokus pada aspek-aspek keselamatan dan kesehatan kerja yang spesifik.

10 Perbedaan Sertifikasi Ahli K3 Umum BNSP dan Kemnaker RI

1. Otoritas Penerbit: Perbedaan dalam otoritas penerbit sertifikasi Ahli K3 Umum (AK3U) terletak pada lembaga yang bertanggung jawab mengeluarkan sertifikat tersebut. Sertifikasi AK3U dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) diterbitkan oleh BNSP, sebuah lembaga independen pemerintah yang memiliki tugas utama untuk memastikan kompetensi kerja sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia. Sebagai lembaga yang fokus pada sertifikasi kompetensi, BNSP memberikan pengakuan profesional yang bersifat luas dan lintas sektor. 

Di sisi lain, sertifikasi AK3U yang dikeluarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) langsung berada di bawah otoritas kementerian tersebut. Sertifikasi dari Kemnaker RI lebih berfokus pada pemenuhan persyaratan hukum terkait keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja, sesuai dengan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan demikian, perbedaan utama dalam otoritas penerbit ini mencerminkan fokus dan tujuan masing-masing lembaga dalam proses sertifikasi AK3U.

2. Dasar Hukum: Perbedaan dasar hukum antara sertifikasi Ahli K3 Umum (AK3U) yang dikeluarkan oleh BNSP dan Kemnaker RI terletak pada regulasi yang menjadi landasan keduanya. Sertifikasi AK3U dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) mengacu pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur ketenagakerjaan di Indonesia secara umum, serta Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2018 yang secara khusus mengatur tentang BNSP dan tugasnya dalam sertifikasi kompetensi kerja. Ini menjadikan BNSP sebagai lembaga yang berwenang untuk memberikan pengakuan kompetensi profesional secara nasional. 

Sementara itu, sertifikasi AK3U yang dikeluarkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) didasarkan pada peraturan yang lebih spesifik terkait keselamatan dan kesehatan kerja, seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 02/MEN/1992 tentang Pembinaan K3. Regulasi ini lebih menekankan pada implementasi K3 di lingkungan kerja dan memastikan kepatuhan perusahaan terhadap standar keselamatan yang berlaku. Perbedaan dasar hukum ini mencerminkan fokus masing-masing sertifikasi, di mana BNSP lebih berorientasi pada pengakuan kompetensi secara umum, sementara Kemnaker RI lebih menekankan pada pemenuhan regulasi K3 di tempat kerja.

3. Sistem Sertifikasi: Perbedaan sistem sertifikasi antara sertifikasi Ahli K3 Umum (AK3U) yang dikeluarkan oleh BNSP dan Kemnaker RI terletak pada pendekatan yang digunakan dalam prosesnya. Sertifikasi AK3U dari BNSP menggunakan sistem uji kompetensi yang didasarkan pada standar kompetensi kerja yang telah ditetapkan. 

Dalam sistem ini, peserta sertifikasi diuji melalui serangkaian penilaian yang mencakup teori, praktik, dan wawancara untuk memastikan bahwa mereka memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai sesuai dengan standar nasional. Sistem ini berfokus pada pengakuan kompetensi profesional, yang berarti bahwa sertifikat yang diterbitkan oleh BNSP menunjukkan bahwa pemegangnya telah memenuhi standar kompetensi yang diakui secara nasional di berbagai sektor industri. 

Di sisi lain, sertifikasi AK3U dari Kemnaker RI lebih berbasis pada pelatihan formal yang diselenggarakan oleh Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) yang telah terakreditasi oleh Kemnaker RI. Proses sertifikasi ini menekankan pada pelatihan yang sesuai dengan regulasi K3, dimana peserta harus mengikuti pelatihan yang telah ditetapkan dan lulus ujian yang diselenggarakan oleh LPK tersebut. Dengan demikian, sistem sertifikasi Kemnaker RI lebih terfokus pada pemenuhan regulasi K3 di tempat kerja.

4. Pengakuan Nasional: Sertifikasi Ahli K3 Umum (AK3U) yang diterbitkan oleh BNSP dan Kemnaker RI keduanya memiliki pengakuan secara nasional, namun dengan fokus yang sedikit berbeda. Sertifikat yang dikeluarkan oleh BNSP diakui secara nasional sebagai standar kompetensi yang berlaku di berbagai industri. Pengakuan ini menjadikan sertifikat BNSP sebagai salah satu tolok ukur utama bagi profesional di bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3), yang bisa digunakan untuk menunjukkan kompetensi individu di berbagai sektor kerja. Hal ini membuka peluang karier yang lebih luas bagi pemegang sertifikat, karena kompetensi mereka diakui di seluruh Indonesia. 

Sementara itu, sertifikasi AK3U yang dikeluarkan oleh Kemnaker RI juga diakui secara nasional, namun pengakuan ini lebih berfokus pada penerapan peraturan ketenagakerjaan dan K3 di perusahaan. Sertifikat dari Kemnaker RI seringkali menjadi syarat yang diperlukan untuk memenuhi kepatuhan terhadap regulasi K3 yang berlaku di berbagai industri, khususnya dalam pengawasan dan pengelolaan K3 di tempat kerja. Pengakuan nasional ini memastikan bahwa pemegang sertifikat dari Kemnaker RI dianggap memenuhi standar minimum yang diperlukan untuk menjalankan tugas K3 sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

5. Validitas Sertifikat: Validitas sertifikat Ahli K3 Umum (AK3U) yang dikeluarkan oleh BNSP dan Kemnaker RI memiliki pendekatan yang sedikit berbeda terkait masa berlakunya. Sertifikat yang dikeluarkan oleh BNSP umumnya memiliki masa berlaku tertentu, biasanya selama beberapa tahun, dan memerlukan perpanjangan melalui proses uji kompetensi ulang. Hal ini memastikan bahwa pemegang sertifikat tetap memiliki kompetensi yang relevan dan sesuai dengan perkembangan terbaru di bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3). 

Di sisi lain, sertifikat AK3U yang dikeluarkan oleh Kemnaker RI juga memiliki masa berlaku, namun lebih menekankan pada pembaruan melalui pelatihan lanjutan yang disyaratkan oleh regulasi. Pelatihan lanjutan ini bertujuan untuk memperbarui pengetahuan dan keterampilan pemegang sertifikat agar tetap sesuai dengan standar keselamatan kerja yang berlaku, serta untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan K3 yang terus berkembang.

6. Jenis Uji Kompetensi: Jenis uji kompetensi yang digunakan dalam sertifikasi Ahli K3 Umum (AK3U) oleh BNSP dan Kemnaker RI juga berbeda dalam pendekatannya. Uji kompetensi BNSP terdiri dari beberapa komponen, yaitu uji teori, praktik, dan wawancara. Penilaian ini dirancang untuk mengevaluasi secara menyeluruh penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh peserta sertifikasi, sehingga memastikan bahwa mereka benar-benar kompeten dalam melaksanakan tugas K3 di tempat kerja. Penekanan BNSP adalah pada pengakuan profesional berdasarkan kompetensi yang terstandarisasi secara nasional. 

Sementara itu, uji kompetensi yang dilakukan oleh Kemnaker RI lebih fokus pada ujian tertulis dan praktik yang langsung berkaitan dengan keselamatan kerja sesuai dengan regulasi K3 yang berlaku. Ujian ini dirancang untuk memastikan bahwa peserta memiliki pemahaman yang kuat tentang peraturan K3 serta mampu menerapkannya secara efektif di tempat kerja.

7. Penyelenggara Pelatihan: Perbedaan dalam penyelenggaraan pelatihan untuk sertifikasi Ahli K3 Umum (AK3U) oleh BNSP dan Kemnaker RI juga signifikan. Pelatihan dan uji kompetensi untuk sertifikasi yang dikeluarkan oleh BNSP dapat diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang telah terakreditasi oleh BNSP. LSP ini berperan penting dalam memastikan bahwa pelatihan yang diberikan sesuai dengan standar kompetensi nasional yang telah ditetapkan, serta bahwa uji kompetensi dilakukan secara objektif dan terstandarisasi. 

Di sisi lain, pelatihan untuk sertifikasi AK3U yang dikeluarkan oleh Kemnaker RI diselenggarakan oleh Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) yang telah terdaftar dan diakreditasi oleh Kemnaker. LPK ini bertanggung jawab untuk memberikan pelatihan yang sesuai dengan peraturan K3 yang berlaku, dan memastikan bahwa peserta pelatihan memenuhi syarat untuk mengikuti ujian sertifikasi yang relevan. Pendekatan ini lebih terfokus pada kepatuhan terhadap regulasi keselamatan kerja di tempat kerja.

8. Fokus Pelatihan: Fokus pelatihan pada sertifikasi Ahli K3 Umum (AK3U) yang dikeluarkan oleh BNSP dan Kemnaker RI berbeda dalam cakupannya. Sertifikasi dari BNSP menekankan pada pengembangan kompetensi yang luas, mencakup berbagai aspek pekerjaan di berbagai industri, bukan hanya terbatas pada keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Pelatihan ini bertujuan untuk membekali peserta dengan keterampilan dan pengetahuan yang relevan untuk berbagai sektor, sehingga mereka dapat beradaptasi dengan berbagai situasi kerja yang berbeda. 

Contoh seorang profesional K3 yang bekerja di perusahaan multinasional mungkin mengikuti pelatihan AK3U BNSP yang mencakup topik seperti manajemen risiko, analisis kecelakaan kerja, dan pengelolaan lingkungan. Pelatihan ini memberikan pemahaman yang luas yang bisa diterapkan di berbagai industri, mulai dari manufaktur hingga konstruksi.

Di sisi lain, pelatihan untuk sertifikasi yang dikeluarkan oleh Kemnaker RI lebih fokus pada keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan regulasi yang berlaku. Pendekatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa peserta memiliki pemahaman yang mendalam tentang peraturan K3 dan mampu menerapkannya secara efektif untuk menjaga keselamatan di tempat kerja.

9. Biaya Sertifikasi: Biaya sertifikasi Ahli K3 Umum (AK3U) juga berbeda antara yang dikeluarkan oleh BNSP dan Kemnaker RI, terutama terkait dengan proses dan cakupan sertifikasi. Pembiayaan sertifikasi melalui BNSP cenderung lebih tinggi karena proses uji kompetensi yang lebih komprehensif dan mencakup berbagai aspek industri. Uji kompetensi yang ketat dan pelatihan yang luas ini memerlukan sumber daya yang lebih besar, sehingga biaya yang dikenakan pun lebih mahal. 

Contohnya seorang insinyur K3 yang ingin mendapatkan sertifikasi dari BNSP mungkin harus mengeluarkan biaya lebih tinggi, sekitar Rp10 juta, karena pelatihan dan uji kompetensi yang mencakup berbagai topik dan memerlukan pengujian yang lebih komprehensif.

Sebaliknya, biaya sertifikasi melalui Kemnaker RI umumnya lebih terjangkau, terutama jika pelatihan dilakukan oleh Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) yang disubsidi oleh pemerintah. Biaya yang lebih rendah ini membuat sertifikasi lebih mudah diakses oleh pekerja dan perusahaan yang membutuhkan pengakuan K3 sesuai dengan regulasi.

Contoh seorang pekerja di perusahaan kecil mengikuti pelatihan AK3U melalui LPK yang disubsidi oleh pemerintah. Biaya sertifikasi ini hanya sekitar Rp2 juta, karena pelatihannya lebih fokus pada aspek K3 spesifik yang diwajibkan oleh regulasi, dan sebagian biaya ditanggung oleh subsidi.

10. Penggunaan di Lapangan: Penggunaan sertifikasi Ahli K3 Umum (AK3U) di lapangan juga menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sertifikasi dari BNSP dan Kemnaker RI. Sertifikasi BNSP sering digunakan sebagai alat untuk pengakuan profesional dalam berbagai sektor industri, yang dapat meningkatkan mobilitas karier pemegang sertifikat. Pengakuan kompetensi yang diberikan oleh BNSP membuka peluang yang lebih luas bagi pemegang sertifikat untuk bekerja di berbagai bidang yang memerlukan standar keselamatan dan keterampilan khusus. 

Contohnya, seorang ahli K3 yang bekerja di perusahaan konsultan internasional menggunakan sertifikasi BNSP-nya untuk melamar posisi di berbagai proyek, baik di dalam maupun luar negeri, karena pengakuan kompetensinya yang bersifat nasional dan lintas sektor.

Sebaliknya, sertifikasi dari Kemnaker RI lebih diutamakan untuk memenuhi persyaratan hukum di bidang ketenagakerjaan dan K3 di perusahaan. Sertifikasi ini menjadi penting bagi perusahaan untuk memastikan bahwa mereka mematuhi peraturan K3 yang berlaku, sehingga pemegang sertifikat dari Kemnaker RI sering diprioritaskan untuk peran yang terkait dengan pengawasan dan penerapan keselamatan kerja di lingkungan perusahaan.

Contohnya, Seorang manajer keselamatan di perusahaan manufaktur besar di Indonesia memegang sertifikasi dari Kemnaker RI untuk memastikan bahwa perusahaannya mematuhi semua regulasi K3 yang diwajibkan oleh pemerintah. Sertifikasi ini sangat penting untuk audit dan inspeksi yang dilakukan oleh otoritas setempat.