Loading...
Mempersiapkan pengalaman terbaik untuk Anda
Dalam dunia K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dipenuhi dengan terminologi, definisi, dan akronim. Banyak juga istilah yang tidak semua orang memahaminya. Seperti perbedaan accident dan incident yang terbukti masing sering salah pengertian.
Selain itu ada juga istilah nearmiss yang sebetulnya sangat umum. Tapi tertukar dengan incident maupun accident tadi. Dalam banyak kasus, baik nearmiss, incident serta accident dapat menunjukkan tingkat kerusakan karena kejadian di tempat kerja. Apa sebenarnya perbedaan ketiganya? Simak pembahasan selengkapnya berikut ini.
Pengertian Nearmiss, Incident dan Accident
Anda mungkin masih sulit memahami perbedaan accident dan incident. Apalagi sudah bicara tentang nearmiss yang semua tergolong mirip-mirip. Supaya tak terlalu bingung, pahami dulu definisi ketiganya di bawah ini.
INCIDENT (INSIDEN)
Makna istilah ini mengarah pada suatu kejadian dari sesuatu yang terjadi. Selain itu bisa diartikan sebagai kejadian atau kejadian tak terduga yang tidak mengakibatkan cedera atau penyakit serius. Walaupun membuat kerusakan properti.
ACCIDENT (KECELAKAAN)
Sementara accident sendiri adalah kejadian yang tak terduga yang mengakibatkan cedera serius atau sakit pada seseorang (dalam hal ini karyawan). Selain itu dapat juga membuat kerusakan properti.
NEARMISS (HAMPIR CELAKA)
Beda dengan incident maupun accident tadi. Nearmiss lebih kepada kondisi hampir celaka, yaitu kecelakaan yang nyaris atau hampir tidak dapat dihindari. Sebagian institusi menyebut situasi ini dengan “close-call” atau “near-collision”
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan jika insiden dapat melibatkan situasi nyaris celaka (nearmiss). Di mana, seseorang nyaris menghindari cedera atau penyakit. Namun, apabila terjadi cedera serius, artinya bicara tentang kecelakaan.
Persamaan keduanya adalah sama-sama merupakan peristiwa yang tidak direncanakan serta dapat menyebabkan kerusakan baik tempat maupun benda. Namun, hanya kecelakaan yang bisa membuat seseorang mendapat cedera atau terkena penyakit serius.
Dengan begitu, perbedaan accident dan incident bisa diperjelas lagi. Bahwa semua accident adalah incident, tapi tak semua insiden itu pasti kecelakaan (accident). Oleh sebab itu, insiden terbukti lebih banyak terjadi dibandingkan kecelakaan. Hanya sekitar 2% incident bisa menjadi accident.
Haruskan Karyawan Menerima Bahwa Terjadi Kecelakaan?
Rata-rata orang mungkin sudah pernah mendengar pepatah “terjadi kecelakaan”. Namun apakah cukup baik untuk bisa kembali lagi pada kesehatan serta keselamatan di tempat kerja? Haruskan Anda serta para karyawan lain harus menerima jika kecelakaan sudah pasti terjadi dan bersiap untuk kemungkinan tersebut?
Program keselamatan kerja di suatu perusahaan atau instansi harus mampu menemukan bahaya, menerapkan sistem kontrol tertentu serta mencegah terjadinya kecelakaan. Dengan asumsi jika kecelakaan akan terjadi terlepas dari tindakan semua orang.
Masing-masing akan mengatakan jika tidak terdapat penyebabnya dan ini sebenarnya telah merusak upaya penyelamatan diri sendiri. Pada faktanya, akar penyebab terjadinya kecelakaan seringkali diakibatkan oleh peristiwa yang dapat diprediksi. Sehingga sebetulnya dapat dicegah jika saja tindakan yang diambil sudah tepat.
Apakah Semua Accident Dapat Dicegah?
Ada baiknya mari ubah pola pikir jika semua kecelakaan (accident) dapat dicegah. Walaupun pada kenyataannya selalu masih ada tingkat kesalahan terjadi, baik itu dari manusia, teknologi, atau nasib buruk.
Bersikap proaktif tentang upaya pencegahan kecelakaan adalah pilihan terbaik. Selain itu, dengan menangani insiden dan nearmiss secara serius, serta menyelidiki penyebabnya pada akhirnya bisa mencoba melakukan segala daya untuk menghentikan incident atau bahkan accident berulang di masa depan.
Mengurangi Incident dan Accident di Tempat Kerja
Beberapa upaya dapat mengurangi jumlah kejadian insident, nearmiss, maupun kecekalaan di tempat kerja. Program keselamatan dan kesehatan kerja yang dimaksud seperti:
Itu dia tadi pembahasan singkat tentang perbedaan accident dan incident. Begitu juga apa perbedaan keduanya dengan nearmiss.
Penilaian risiko kebakaran dirancang untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kebakaran dengan mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko kebakaran di dalam gedung. Namun, tidak hanya memeriksa struktur bangunan itu sendiri, tapi isi bangunan, tata letak, dan penggunaan bangunan. Bagaimana penggunaan bangunan tersebut mempengaruhi risiko kebakaran? Berapa banyak orang yang ada di dalam gedung? Bagaimana mereka akan selamat jika terjadi kebakaran? Langkah apa yang harus diambil untuk meminimalisir bahaya?
Untuk bisnis atau bangunan umum seperti toko, gedung perkantoran, atau tempat-tempat vital lainnya dan bahkan stasiun bis dan kereta api, perlu dilakukan penilaian risiko kebakaran. Semua properti perlu mendapat penilaian risiko kebakaran. Ini bukan dokumen opsional dan diwajibkan oleh hukum Inggris.
Penilaian Resiko Kebakaran adalah proses yang melibatkan evaluasi sistematis terhadap faktor-faktor yang menentukan bahaya kebakaran, serta kemungkinan kebakaran akan terjadi, dan konsekuensinya jika terjadi.
5 langkah untuk Penilaian Risiko:
Penting untuk diingat bahwa Penilaian Resiko Kebakaran Anda harus menunjukkan bahwa sejauh masuk akal, Anda telah mempertimbangkan kebutuhan semua orang yang relevan termasuk penyandang cacat, atau gangguan yang dapat mengurangi pelarian mereka dari tempat tersebut.
Tapi mengapa perlu penilaian risiko kebakaran?
Alasannya adalah bahwa penilaian risiko kebakaran diperlukan karena diatur dalam Regulatory Reform (Fire Safety) Order 2005. Di Indonesia Penerapan FRA ini dapat mengacu kepada standar National Fire Protection Association (NFPA) dan juga peraturan lokal seperti PerMen PU No. 26 Tahun 2008. Pengelolaan proteksi kebakaran adalah upaya mencegah terjadinya kebakaran atau meluasnya kebakaran ke ruangan-ruangan ataupun lantai-lantai bangunan, termasuk ke bangunan lainnya melalui eliminasi ataupun minimalisasi risiko bahaya kebakaran, pengaturan zona-zona yang berpotensi menimbulkan kebakaran, serta kesiapan dan kesiagaan sistem proteksi aktif maupun pasif.
Secara sederhana, peraturan tersebut menyatakan bahwa penilaian risiko kebakaran harus dilakukan, namun juga mencantumkan berbagai persyaratan lainnya seperti: siapa yang dapat melakukan penilaian risiko kebakaran, siapa yang bertanggung jawab jika terjadi kebakaran, bagaimana prosedur dalam tanggap darurat dan untuk wilayah rawan bahaya, bagaiamana memberikan sosialisasi kepada setiap karyawan sehingga karyawan mampu menyelamatkan diri, dan informasi apa yang harus diberikan kepada karyawan.
Penting untuk dipahami bahwa kegagalan mematuhi Regulasi (Keselamatan Kebakaran) atau kelalaian yang menyebabkan kebakaran pada orang lain dapat dituntut secara pidana kurungan paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama setahun menurut pasal 188 KUHP. Dalam beberapa kasus, pihak yang bersalah berakhir dengan hukuman penjara.
Penting untuk dicatat bahwa undang-undang meminta penilaian risiko agar ‘sesuai’ dan ‘cukup’. Masalahnya adalah bahwa ada tingkat interpretasi di sini: apa yang mungkin cocok untuk satu properti tentu tidak akan sesuai untuk yang lain. Inilah sebabnya mengapa penting untuk menyesuaikan penilaian risiko kebakaran di masing-masing lokasi, serta untuk memperbarui dan meninjau penilaian saat dan kapan perubahan terjadi, seperti saat ruangan dipindahkan, orang-orang di bangunan tersebut berubah (terutama jika terdapat anak-anak atau orang cacat atau lanjut usia).
Siapa pun dapat melakukan penilaian risiko kebakaran, asalkan dianggap ‘kompeten’, namun baru-baru ini ditemukan bahwa banyak pemilik bisnis tidak memiliki keterampilan atau pengetahuan untuk menyelesaikan penilaian risiko tanpa bantuan. Masalahnya muncul ketika orang yang melakukan penilaian risiko kebakaran tidak memiliki pengalaman dan kemampuan untuk sepenuhnya menganalisis risiko. Bagaimana jika risiko atau bahaya tidak terjawab?
Tapi bagaimana Anda menemukan penilai risiko yang andal? Jawabannya sederhana: use only verified and certified risk assessors!
Penilaian risiko kebakaran mudah dilakukan, namun sulit dilakukan dengan baik. Hampir semua orang yang memiliki latar belakang di industri kebakaran dapat menjadikan diri mereka sebagai penilai risiko kebakaran yang ‘profesional’. Bahkan ada ratusan perusahaan yang mengaku sebagai ‘expert’ risk assessors, namun tanpa ada bukti nyata seperti tidak memiliki sertifikat.
1. Control Panel Fire Alarm
Dalam instalasi fire alarm system dibutuhkan sebuah panel, karena sistem ini bekerja secara otomatis. Sehingga membutuhkan panel untuk mengontrol semuanya.
Panel tersebut bernama MCFA (Master control fire alarm) atau yang lebih sering disebut dengan panel fire alarm. MCFA akan berperan sebagai panel pusat yang akan mengatur dan mengendalikan semua detektor dan alarm bell yang terpasang.
Jadi semua data dan sinyal yang diberikan detector akan diolah MCFA. Kemudian baru mengeluarkan output berupa suara bunyi alarm maupun disertai dengan indikator visual. Dengan seperti ini, petugas yang memiliki tanggung jawab di bangunan tersebut bisa segera mengetahui lokasi kebakaran.
2. Audible Visual Fire Alarm
Menjadi komponen yang sangat penting, karena komponen inilah yang akan memberikan tanda kepada orang-orang disekitar jika sedang terjadi kebakaran. Nah, komponen peringatan fire alarm ini dibagi menjadi 3 macam dengan fungsi yang berbeda-beda, sebagai berikut.
Sebenarnya beberapa jenis audible visual fire alarm memiliki fungsi dan tujuan yang sama. Hanya saja, Anda bisa sesuaikan dengan peringatan seperti apa yang sedang dibutuhkan untuk proteksi bangunan Anda.
3. Power Supply
Seperti yang kita tahu bahwa, fire alarm system memiliki banyak detector, apalagi yang menggunakan model Full Addressable. Maka dari itu, dibutuhkan daya listrik yang lumayan besar agar semua detektor bisa terus aktif dan siap siaga.
Itulah mengapa dibutuhkan peran power supply untuk terus memberikan daya listrik ke seluruh jaringan instalasi sistem alarm kebakaran.
Penerangan yang buruk bukan berati yang gelap. Namun penerangan yang baik ditempat kerja adalah yang tidak menyilaukan, yang tidak berkedip, yang tidak menimbulkan bayangan kontras dan tidak menimbulkan panas. Biasanya intensitas pencahayaan dinyatakan dalam satuan Lux.
Dalam bekerja tentunya pencahayaan ini sangat penting, sehingga dalam regulasi pemerintah telah dibuatkan standarisasi berkaitan tingkat pencahayaan untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu. Misalnya untuk penerangan di halaman dan jalan standar yang ditetapkan pemerintah yaitu setidaknya 20 lux.
Atau untuk pekerjaan yang sifatnya mengerjakan bahan-bahan yang kasar, atau pergudangan untuk menyimpan barang-barang besar dan kasar setidaknya perlu 50 lux. Semakin teliti maka semakin tinggi juga intensitas yang diperlukan namun tetap ada batasannya. Karena pencahayaan yang terlalu terang juga bisa membahayakan.
Penerangan yang buruk atau yang tidak sesuai dengan jenis pekerjaannya akan menimbulkan risiko pada pekerja seperti kelelahan mata, berkurangannya kemampuan mampu hingga kerusakan indera mata.
Di beberapa kondisi, penerangan yang buruk juga dapat mengakibatkan kecelakaan kerja. Oleh karena itu penting memastikan bahwa kita bekerja dengan penerangan yang baik. Aturan terkait pencahayaan bisa dilihat di Permenaker no 5 tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja (halaman 61)
Mengetahui klasifikasi area berbahaya merupakan hal yang sangat penting dalam lingkungan kerja karena dapat membantu mengidentifikasi potensi bahaya dan risiko yang mungkin terjadi. Kecelakaan kerja dapat memiliki dampak negatif yang serius, termasuk cedera fisik yang parah atau bahkan kematian bagi pekerja yang terlibat.
Selain itu, kecelakaan juga dapat merugikan perusahaan dengan menyebabkan kerusakan pada peralatan dan properti, mengganggu produktivitas, serta menimbulkan biaya medis dan kompensasi yang tinggi.
Tips Menerapkan Tindakan Pencegahan di Tempat Kerja
Menerapkan tindakan pencegahan di tempat kerja memerlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu dalam menerapkan tindakan pencegahan di tempat kerja:
Menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman adalah tanggung jawab bersama. Keselamatan kerja merupakan prioritas yang harus dipegang oleh semua pihak terlibat, baik manajemen perusahaan maupun para pekerja. Dengan memahami klasifikasi area berbahaya dan mengambil tindakan pencegahan yang tepat, kita dapat meminimalkan risiko kecelakaan kerja yang serius.
Dan dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan yang sesuai, seperti pelatihan keselamatan, penggunaan peralatan pelindung diri, dan penegakan prosedur keselamatan, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman bagi semua.